HARI bahagia pasangan Kaesang Pangarap dan Erina Sofia Gudono tinggal hitungan hari saja. Pernikahan mereka rencananya akan diselenggarakan pada 10 Desember 2022 di Royal Ambarukmo, Yogyakarta. Setelah itu, keduanya akan menggelar tasyakuran pernikahan di Puro Mangkunegaran Solo.
Menuju hari bahagia tersebut, Wali Kota Solo sekaligus kakak dari Kaesang Pangarap, Gibran Rakabuming Raka diketahui mendapat pesan langsung dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara X, perihal pelarangan para tamu mengenakan batik motif parang di acara ngunduh mantu tersebut.
Baca juga:
Lihat postingan ini di Instagram
“Dari Pura Mangkunegaran meminta supaya tamu undangan tidak mengeakan kain batik bermotif tersebut,” ungkap Gibran kepada Merahputih.com, Senin (5/12).
Motif batik parang sendiri dipercaya sebagai salah satu motif batik yang paling tua di Indonesia. Motif batik ini merupakan peninggalan atau warisan budaya dari zaman Keraajaan Mataram.
Diketahui, tokoh yang menciptakan motif batik tersebut ialah Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma yang terinspirasi oleh ombak yang menggulung saat dirinya tengah bermeditasi di Pantai Selatan Jawa.
Nama ‘parang’ sendiri berasal dari kata ‘pereng’ yang memiliki makna lereng atau tebing batu karang. Motif parang yang disebut perengan ini menggambarkan garis menurun dari tinggu ke rendah secara diagonal.
Baca juga: Gibran Tegaskan Pernikahan Kaesang-Erina Hanya Terima Sumbangan Doa
Lihat postingan ini di Instagram
Garis diagonal ini melambangkan penghormatan, cita-cita, dan kesetiaan pada nilai-nilai yang benar. Sementara itu, dinamika polanya menggambarkan ketangkasan dan kewaspadaan. Susunan jalinan motif parang memiliki makna jalinan tak terputus yang melambangkan kesinambungan.
Oleh karena itu, pada zaman dahulu batik parang tidak boleh digunakan sembarang orang. Batik ini hanya bisa dipakai raja, keluarga keraton, atau ksatria kerajaan. Selain itu, besar kecilnya parang juga melambangkan status sosial pemakainnya dalam lingkup kerajaan.
Dengan menilik sejarah tersebut sampai saat ini, motif parang masih terlarang dipakai masyarakat biasa ketika berada di lingkungan Keraton Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman.
“Atas dasar itu, saya meminta pada tamu untuk menyesuaikan aturan yang memang sudah lama diatur dalam adat Mangkunegaran, salah satunya oleh Kanjeng Gusti Pangerang Adipati Arya Amngkunegoro X,” lanjut Gibran. (far)
Baca juga: