Pelabelan KKB Jadi Kelompok Teror Dinilai Perparah Konflik di Papua

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Jumat, 07 Mei 2021
Pelabelan KKB Jadi Kelompok Teror Dinilai Perparah Konflik di Papua
Aparat TNI-Polri melakukan pengejaran KKB yang melakukan aksi penembakan guru di Beoga Kabupaten Puncak, Jumat. (ANTARA News Papua/Satgas Humas Ops Nemangkawi)

Merahputih.com - Langkah pemerintah menetapkan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua sebagai daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) merupakan langkah yang keliru dan tidak menyelesaikan masalah. Langkah itu menunjukkan kegagapan dan kebuntuan ide pemerintah dalam upaya penyelesaian konflik Papua.

Alih-alih menghentikan kekerasan seperti yang dibutuhkan oleh masyarakat Papua, pemerintah justru mencari jalan pintas dengan melegitimasi kekerasan yang selama ini dilakukan.

"Kami menilai, kebijakan pelabelan ini memiliki banyak permasalahan dan justru akan semakin memperburuk kondisi konflik di Papua," kata Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani dalam keterangannya, Kamis (6/5).

Baca Juga:

Setelah Dinyatakan Teroris, TNI-Polri Dikirim Lagi ke Ilaga Buru KKB

Julius memaparkan, alih-alih membangun dialog Jakarta-Papua secara damai dan bermartabat, kebijakan pemerintah yang memberikan label teroris kepada KKB justru semakin mempertegas pendekatan keamanan (state-security).

Atas dasar itu, selain berpotensi kontraproduktif dan memperburuk spiral kekerasan, kebijakan ini justru akan semakin memperpanjang daftar pelanggaran HAM di Papua dan berujung pada instabilitas kondisi keamanan.

Hal ini akan berdampak langsung kepada semakin banyaknya masyarakat Papua yang terpaksa mengungsi demi menyelamatkan diri, mendapatkan akses kesehatan, pendidikan, penghasilan, dan lain sebagainya.

"Termasuk semakin menghambat upaya penyelesaian Konflik Papua secara damai," katanya.

Selain itu, kebijakan penetapan KKB sebagai kelompok teroris tidak menyentuh akar masalah konflik Papua.

Berdasarkan penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipublikasikan dalam Papua Road Map (2008), setidaknya terdapat empat sumber konflik Papua yakni: sejarah integrasi, status dan integritas politik; kekerasan politik dan pelanggaran HAM; kegagalan pembangunan; marginalisasi orang Papua dan inkonsistensi kebijakan otonomi khusus.

Arsip- KKB Papua. (ANTARA/HO)
Caption

Mengacu kepada kompleksitas akar permasalahan konflik Papua tersebut, diperlukan upaya yang bersifat komprehensif dan menyeluruh dalam penyelesaian konflik Papua.

Kebijakan yang hanya mengedepankan pendekatan keamanan atau pendekatan ekonomi tidak akan menyentuh akar permasalahan dan menyelesaikan konflik. "Ini justru akan berpotensi membentuk gejolak sosial-politik yang terus berulang di masa depan," kata Julius.

Julius menegaskan, penetapan KKB sebagai teroris bermasalah karena terminologi "teroris" sarat dengan muatan politik dan rawan disalahgunakan.

Belajar dari yang terjadi saat konflik Aceh pada masa lalu, pelabelan yang bertujuan untuk membasmi suatu gerakan yang berakar pada aspirasi etno-nasionalis hanya membawa dampak destruktif pada masyarakat serta berujung kepada pelanggaran hak asasi manusia.

"Oleh karena itu, terminologi tersebut harus digunakan dengan sangat hati-hati dan terukur," katanya.

Baca Juga:

Koalisi Masyarakat Sipil khawatir pelabelan kelompok teroris kepada KKB akan membuka jalan atas terbentuknya pelembagaan rasisme dan diskriminasi berkelanjutan atas warga Papua secara umum. Hal ini dimungkinkan khususnya mengingat ketidakjelasan definisi “KKB” serta siapa-siapa saja yang termasuk di dalamnya.

Hal ini akan semakin menyakiti perasaan masyarakat Papua, memperkuat stigma, mengikis rasa percaya masyarakat Papua kepada pemerintah yang merupakan prasyarat penting bagi upaya penyelesaian konflik secara damai.

"Serta justru menghambat operasi keamanan yang sejatinya membutuhkan dukungan dan kepercayaan rakyat setempat," katanya. (Knu)

#Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)
Bagikan
Bagikan