MerahPutih.com - Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri berkata jujur soal permintaan hasil tes wawasan kebangsaan (TWK). Sebanyak 75 pegawai yang dinonaktifkan akibat tak lolos TWK ini meminta Ali berhenti mengeluarkan pernyataan yang sesat.
"Katakanlah kebenaran walau pahit adanya. Pegawai KPK meminta Juru Bicara KPK, sebagai perwakilan resmi lembaga untuk menghentikan pernyataan-pernyataan yang blunder dan sesat," kata perwakilan pegawai KPK Budi Agung Nugroho, Kamis (17/6).
Budi merupakan salah satu kepala satuan tugas (kasatgas) penyidik yang dinonaktifkan akibat tak lolos TWK. Pria yang pernah menangani kasus rekening gendut Komjen Budi Gunawan ini meminta keterbukaan informasi dari KPK.
Baca Juga:
Wakil Ketua KPK Datangi Komnas HAM, Jubir: Putusan Alih Status Pegawai Kolektif Kolegial
"Beberapa orang sebagai perwakilan dari 75 pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam TWK telah bersurat kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) KPK. Ada delapan poin yang diminta pegawai dalam surat permohonan keterbukaan informasi tersebut," ujarnya.
Delapan poin tersebut yakni, pertama soal hasil asesmen TWK yang meliputi tes IMB, tes tertulis dan tes wawancara. Kedua yakni kertas kerja penilaian lengkap dari BKN atas hasil asesmen (untuk semua tahapan tes), yang sekurang-kurangnya memuat metodologi penilaian, kriteria penilaian, rekaman hasil wawancara, analisa asesor, hingga saran dari asesor atau pewawancara.
Ketiga yakni dasar atau acuan penentuan unsur-unsur yang diukur dalam asesmen TWK. Keempat, dasar atau acuan penentuan kriteria memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS). Kelima dasar atau acuan penentuan dan penunjukan asesor.
Kemudian keenam data-data yang diberikan oleh KPK kepada asesor berikut alasan pemberian dan atau dasar hukumnya. Ketujuh kertas kerja asesor. Dan kedelapan yakni soal berita acara penentuan lulus atau tak lulus oleh asessor atau pewawancara.
"Melihat dari karakteristik data yang diminta seharusnya tak butuh waktu lama untuk berkoordinasi dengan BKN sebagai pihak penyelenggara TWK. Apalagi, seharusnya semua data tersebut, sudah tersedia bahkan sebelum TWK berlangsung," kata Budi.

Budi menyebut, penyerahan data tersebut telah dilakukan di Kantor Menpan RB Tjahjo Kumolo pada 27 April 2021 dengan seremoni khusus.
Berdasarkan pasal 6 ayat (1) huruf g, perjanjian kerjasama antara KPK dan BKN dalam penyelenggaraan TWK ini, maka KPK berhak untuk memanfaatkan seluruh hasil asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai, laporan pelaksanaan kegiatan TWK dan seluruh data dan dokumen yang dihasilkan dalam pelaksanaan TWK tanpa perlu meminta persetujuan BKN.
"Kecuali landasan hukum dan sertifikat asesor yang seharusnya ada sebelum TWK, dibuat backdate seperti Nota Kesepahaman antara BKN dan KPK dalam pelaksanaan TWK," kata Budi.
Menurut Budi, KPK sebagai lembaga penegak hukum dan BKN sebagai lembaga yang mengatur manajemen kepegawaian negara, tidak sepatutnya menyelenggarakan hal-hal yang melawan hukum.
Menurut pegawai KPK lainnya yang tak lulus TWK, yakni Novariza, KPK bertele-tele terkait permintaan keterbukaan informasi yang diminta pegawai. Tidak seperti proses munculnya pasal tes wawasan kebangsaan dalam Perkom Nomor 1 Tahun 2021 tentang alih status pegawai.
"Jika dalam proses pelaksanaan perkom tersebut KPK bisa cepat dalam berkoordinasi pengundangan yang hanya berlangsung satu hari yang sama, maka permintaan hasil TWK pegawai seharusnya bisa lebih cepat dari itu," kata Novariza.
Baca Juga:
KPK Dalami Pembelian Tanah Nurdin Abdullah yang Diduga dari Hasil Suap
Novariza menyebut, wajar bila para pegawai curiga adanya manipulasi lanjutan yang akan dilakukan oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana. Sebab, menurut dia, sejak awal proses TWK direncanakan sudah banyak manipulasi yang terjadi.
"Bagaimana bisa Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, di depan Ombudsman yang tengah memeriksa tentang malaadministrasi, tanpa malu mengakui adanya kontrak kerja sama yang sengaja dibuat backdate," kata Novariza
Dalam lembar Perkom Nomor 1 Tahun 2021, kata Novariza, tanggal penetapan dan pengundangan, berlangsung dalam satu hari yang sama, yakni 27 Januari 2021. Belakangan diketahui, kontrak swakelola antara KPK dan BKN dalam pelaksanaan TWK juga dibuat tanggl 27 Januari 2021.
"Prosesnya kilat, sehingga cenderung mencurigakan, tapi giliran kami meminta hasil, prosesnya lamban sekali," tutup dia. (Pon)
Baca Juga: