Hari Raya Nyepi
Pecalang Gagah Amankan Nyepi
KEAMANAN dan kelancaran Hari Raya Nyepi amat bergantung pada kerja para pecalang. Ya, bagi warga Bali, pengamanan adat itu amat vital dan penting. Para pecalang biasanya berpatroli mengamankan setiap banjar atau desa agar kondusif.
Pecalang awalnya merupakan petugas keamanan ketika hari besar dan acara tertentu di Bali. Namun, seiring perkembangannya, tugas pecalang juga melebar seperti menjaga upacara keagamaan lain, mengamankan kondisi ketika demo dan pada event-event besar seperti konser musik.
Baca Juga:
Menurut Jayadi Astawa, Bendahara Banjar Kebonkuri Tengah, Denpasar, menjadi pecalang tidak membutuhkan kriteria tertentu, asalkan dia mau dan suka rela mengabdikan diri untuk banjar atau desa adatnya. "Selain itu, pecalang juga bukan menjadi profesi utama, banyak pecalang yang berprofesi menjadi guru dan karyawan swasta," ujar Jayadi saat dihubungi Merahputih.com, Sabtu (13/3).
Sebagai pengamanan adat, pecalang punya tampilan khas. Setiap banjar atau desa memiliki setelan untuk pecalang sendiri. Khusus tahun ini, tambahan masker wajah jadi aksesori wajib. Biar begitu, pecalang juga punya staterpack yang kayaknya jadi pakem tampilan mereka.
1. Udeng
Seorang pecalang secara umum mengenakan udeng. Biasanya udeng berwarna hitam, merah, dan putih dengan motif khas bali. Udeng tidak hanya berfungsi sebagai ikat kepala, tetapi juga memiliki makna tersendiri bagi warga Bali. Bentuk yang simetris agak condong ke arah kanan dimaksudkan agar pemakainya selalu berusaha untuk melakukan hal baik yang direpresentasikan dengan arah kanan.
2. Saput Poleng
Saput Poleng sudah seperti setelan wajib seorang pecalang. Kain dengan motif kotak-kotak berwarna hitam putih dan ada campuran warna merah. Kata saput dalam pengertian bahasa Bali ialah kain yang membalut, sedangkan kata poleng istilah untuk penyebutan warna hitam dan putih yang berseling yang melambangkan Rwa Bhineda yang berarti keseimbangan alam.
Warna hitam dan putih pada saput merupakan dua hal yang berbeda dan berlawanan, tetapi mampu membuat alam menjadi seimbang dan harmonis.Rwa Bhineda mengajarkan bahwa di dunia ini diciptakan dua hal yang berlawanan yang tidak bisa dipisahkan, seperti baik dan buruk, siang dan malam, juga panas dan dingin.
Baca Juga:
3. Seragam atau rompi
"Setiap Banjar atau desa biasanya membuatkan seragam atau rompi untuk para pecalang mereka," kata Jayadi. Hal itu untuk membedakan pecalang dari desa A dan desa B. Secara umum, desain seragam atau rompi berwarna hitam dengan tulisan 'Pecalang' di punggung dan nama banjar atau desanya di bagian bawah. Dengan seragam seperti itu, dijamin, tak bakal ada cerita pecalang yang tertukar.
4. Keris
Keris ini juga biasanya menjadi pelengkap pecalang sebagai bentuk pelestarian budaya. Biasanya pecalang menjepit keris menggunakan sabuk di bagian pinggang. Sudah pasti, tampilan membawa keris membuat si pecalang terlihat setingkat lebih gagah. Kayak kstaria siap perang.
Pecalang membawa keris ketika bertugas di pura menjaga acara keagamaan atau upacara adat. "Tetapi untuk acara diluar pura, seperti pernikahan, ngaben, dan upacara lain, pecalang tidak bawa keris," ujar Jayadi.
5. Aksesori tambahan
Terkadang, pecalang memakai aksosori tambahan saat bertugas. Ada yang membawa walkie talkie. Gunanya sudah pasti buat komunikasi dengan kawan sesama pecalang saat bertugas.
Selain itu, dalam beberapa kesempatan, pecalang juga bisa merangkap petugas pengatur kendaraan bermotor. Kalau demikian, pecalang biasanya bawa traffic baton. Selain itu, ada juga senter yang bisa dipakai patroli saat malam hari. Biar aman lingkungan kan ya.(rzk)
Baca Juga: