MerahPutih.com - Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu menanggapi gugatan judicial review (JC) Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik terkait pengaturan masa jabatan ketum parpol, ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan tersebut diajukan oleh elemen masyarakat bernama Eliadi Hulu dan Saiful Salim ke MK lantaran keduanya mempermasalahkan jabatan ketua umum parpol yang selama ini tidak diatur dalam undang-undang.
Baca Juga:
Ketua DPD: Kekuasaan Negara Berada di Tangan Ketum Parpol, Bukan Rakyat
Masinton mengatakan masing-masing parpol memiliki karakteristik dan cirinya masing-masing yang termaktub dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya (AD/ART). Oleh sebab itu, negara tidak perlu mengatur periodisasi jabatan ketua umum parpol.
"Nah, jadi itu enggak perlu diatur, negara enggak perlu terlalu jauh mengatur mekanisme organisasi partai politik," kata Masinton dikutip Jumat (30/6).
Menurut Masinton apabila MK mengabulkan gugatan tersebut, maka berpotensi menyeragamkan seluruh parpol yang sebenarnya telah memiliki aturan di internalnya masing-masing.
Baca Juga:
PDIP Pastikan Tidak Ada Upaya Konsolidasi saat Jokowi Bertemu 6 Ketum Parpol
Masinton mencontohkan kondisi di dalam partainya, PDIP. Menurutnya, Megawati Soekarnoputri sejak 1999 hingga kini masih menjabat sebagai ketua umum karena keinginan dari para kader PDIP.
"Yang menginginkan beliau menjadi ketua umum ya itu adalah anggota, bukan Bu Meganya. Bu Mega justru yang dicalonkan, yang diinginkan anggota PDIP Perjuangan atau grassroot-nya PDI Perjuangan," ucapnya.
Dengan demikian, Masinton meminta MK untuk tidak mengabulkan gugatan tersebut. Dia menyebut urusan masa jabatan ketum parpol biarlah sepenuhnya diatur lewat mekanisme internal masing-masing parpol.
“(Karena) masing-masing organisasi partai politik memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yang terpisah-pisah,” ujar Masinton. (Pon)
Baca Juga:
Megawati Ungkap Isi Pembahasan Jokowi dan 6 Ketum Parpol di Istana