PBNU Desak DPR Hentikan Pembahasan RUU HIP

Andika PratamaAndika Pratama - Rabu, 17 Juni 2020
PBNU Desak DPR Hentikan Pembahasan RUU HIP
Ilustrasi Pancasila. Foto: Istimewa

MerahPutih.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP).

"Sebaiknya proses legislasi RUU HIP dihentikan dan seluruh komponen bangsa memusatkan energinya untuk keluar dari pandemi dan berjuang memulihkan perekonomian nasional," tulis NU dalam keterangannya, Selasa (16/6).

Baca Juga

Pemerintah Putuskan Tunda Pembahasan RUU HIP

NU menegaskan Pancasila sebagai kesepakatan final tidak membutuhkan penafsiran lebih luas atau lebih sempit dari penjabaran yang sudah dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945, berikut situasi batin yang menyertai rumusan finalnya pada 18 Agustus 1945.

"RUU HIP dapat menguak kembali konflik ideologi yang bisa mengarah kepada krisis politik. Anyaman kebangsaan yang sudah dengan susah payah dirajut oleh founding fathers bisa koyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP yang polemis," ucap NU.

PBNU
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

NU memandang tak ada urgensi dan kebutuhan sama sekali untuk memperluas tafsir Pancasila dalam undang-undang khusus. Pancasila sebagai Philosophische Grondslag dan Staatsfundamentalnorm, kata NU, merupakan pedoman yang mendasari platform pembangunan nasional.

Jika dirasakan ada masalah mendasar terkait pembangunan nasional di bidang demokrasi politik Pancasila, maka jalan keluarnya adalah reformasi paket undang-undang bidang politik (legislative review).

Baca Juga

Baleg DPR Tunggu Surat Resmi Pemerintah Terkait Penundaan Pembahasan RUU HIP

Begitu pula jika ada masalah terkait dengan haluan pembangunan ekonomi nasional, yang dirasakan menyimpang dari jiwa demokrasi ekonomi Pancasila, maka yang perlu dipersiapkan adalah RUU Sistem Perekonomian Nasional sebagai undang-undang payung (umbrella act) yang secara jelas dimandatkan oleh Pasal 33 ayat (5) UUD 1945.

NU menilai di tengah situasi bangsa yang sedang menghadapi krisis kesehatan dan keterpurukan ekonomi akibat pandemi COVID-19, Indonesia tidak perlu menambah beban sosial dengan memercikkan riak-riak politik.

Sebagai hukum tertinggi yang lahir dari konsensus kebangsaan, Pancasila tidak bisa diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.

Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah undang-undang akan menimbulkan anarki dan kekacauan sistem ketatanegaraan. Ditegaskannya, tidak ada urgensi dan kebutuhan sama sekali untuk memperluas tafsir Pancasila dalam undang-undang khusus.

Pancasila sebagai Philosophische Grondslag dan Staatsfundamentalnorm merupakan pedoman yang mendasari platform pembangunan nasional.

"Kesalahan yang terjadi di masa lampau terkait monopoli tafsir atas Pancasila tidak boleh terulang lagi," tuturnya.

RUU HIP resmi ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada Selasa (12/6) lalu. RUU HIP menjadi polemik karena terdapat muatan trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan, dan ekasila yaitu gotong royong.

Baca Juga

DPR Sebut Pembahasan RUU HIP Ada di Tangan Jokowi

RUU HIP juga menyulut kontroversi karena tidak menyertakan TAP MPRS mengenai pembubaran PKI dalam konsideran 'mengingat' di draf RUU tersebut.

Tap MPRS mengenai pembubaran PKI itu bernama lengkap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme. (Knu)

#PBNU #Pancasila
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan