Partisipasi Melemah, Pemerintah dan DPR Diminta Terapkan Demokrasi Partisipatoris

Zulfikar SyZulfikar Sy - Jumat, 18 September 2020
Partisipasi Melemah, Pemerintah dan DPR Diminta Terapkan Demokrasi Partisipatoris
Ilustrasi. (Foto: Antara)

MerahPutih.com - Lembaga kajian demokrasi Public Virtue meminta pihak pemerintah dan DPR agar melibatkan partisipasi warga dalam pembuatan kebijakan publik maupun peraturan perundang-undangan. Berkurangnya pelibatan partisipasi warga belakangan ini telah menimbulkan penilaian bahwa mutu demokrasi Indonesia mengalami kemunduran.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Public Virtue Ahmad Taufiq ketika meluncurkan “Forum Demokrasi AE Priyono” di Jakarta, Jumat (18/9). AE Priyono adalah aktivis prodemokrasi yang meninggal dunia pada April yang lalu. Forum tersebut secara resmi diluncurkan bersamaan dengan diskusi publik yang menghadirkan Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, pendiri LaporCOVID-19 Irma Hidayana, pengamat politik Eep Saefulloh dan pegiat pemberdayaan warga pedesaan Faiz Manshur dari Yayasan Odesa.

Ahmad menjelaskan, demokrasi partisipatoris adalah konsep yang menekankan partisipasi luas dari para konstituen dan warga pada umumnya dalam pengoperasian sistem pemerintahan. Arti demokrasi sendiri menyiratkan rakyat berkuasa dan dengan demikian sejatinya semua demokrasi bersifat partisipatif.

Baca Juga:

Gugat Presidential Threshold ke MK, Rizal Ramli: Lawan Demokrasi Kriminal

Di acara tersebut, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan praktik demokrasi itu lebih dari sekedar menjalankan prosedur pemungutan suara, tetapi mengarahkan proses politik untuk memenuhi hak konstitusional warga.

“Khususnya kelompok yang selama ini diposisikan subordinat, marginal dan diabaikan dalam partisipasi,” katanya saat membuka acara.

Pegiat desa Faiz Manshur menambahkan, praktik demokrasi Indonesia masih jauh dari keadilan sosial. Banyak orang miskin di desa-desa belum mendapat hak hidup yang layak, terutama hak ekonomi, hak sanitasi, dan hak pendidikan.

“Ini problem besar puluhan tahun dan belum dijawab oleh aktor politik” kata Faiz yang memimpin Yayasan Odesa Indonesia memberdayakan warga di Bandung Utara.

Faiz mengajak kelompok sipil masuk ke desa-desa, mendampingi warga di sector pendidikan, sanitasi dan ekonomi.

Aktivis yang sempat masuk pemerintahan Binny Buchori meminta pemerintah untuk lebih serius mendorong partisipasi publik demi tumbuh kembangnya nilai-nilai demokrasi.

“Peningkatan kualitas demokrasi memerlukan pemerintah yang percaya pada partisipasi publik serta ruang publik yang sehat. Hoaks atau berita bohong, dan hasutan yang menyebar begitu cepat, telah membuat ruang publik kita keruh, dan menggerus kualitas demokrasi. Kita harus mengisinya dengan agenda yang lebih visioner dan produktif”.

Ilustrasi. (Foto: Google)
Ilustrasi. (Foto: Google Doodle)


Pandemi COVID-19

Dalam diskusi juga mengemuka bahwa di era pandemi seperti sekarang, partisipasi menjadi kian penting. Penanganan wabah tidak cukup mengandalkan pemerintah yang terlihat gamang dan memiliki keterbatasan.

Irma Hidayani, inisiator dari laporCOVID-19 menyatakan, partisipasi warga menandakan pentingnya menerapkan demokrasi yang partisipatoris.

“Koalisi Warga untuk LaporCovid-19 menjadi contoh bahwa semangat partisipasi yang kuat dan organik tidak sulit diwujudkan. Gerakan urun data dari warga dan sukarelawan dalam wadah digital merupakan manifestasi partisipasi yang sesungguhnya yang disyaratkan dalam menyelesaikan masalah pndemi bangsa," ujarnya.

Baca Juga:

Suara Kritis Dibungkam, Indonesia Alami Resesi Demokrasi

Tak dipungkiri, pandemi mengganggu jalannya proses demokrasi. Dalam hal pemilihan umum misalnya, Eep Saefulloh mengatakan, para pemilih semakin mandiri dalam menentukan pilihan. Politik uang memang marak tetapi tidak efektif membentuk pilihan. Hanya kampanye yang menjangkau akar rumput dan berbasis pesan-pesan personal yang efektif.

“Jika dikelola secara layak, ini berpotensi menjadi cikal bakal perkembangan demokrasi partisipatoris. Sayangnya, isu-isu mendasar seperti itu tertimbun dalam pembicaraan soal popularitas dan elektabilitas para kandidat," katanya.

Acara peluncuran tersebut ditutup dengan penyerahan secara simbolik dua buah buku tentang sosok dan pemikiran AE Priyono. Kedua buku tersebut diterbitkan oleh Yayasan Kurawal, Mizan Expose, Public Virtue dan juga beberapa organisasi lain seperti Publik Baru, Esoterica dan Universitas Islam Indonesia.

Meskipun pemilu adalah salah satu karakteristik demokrasi yang paling fundamental dan unik, rakyat tak bisa begitu saja menyerahkan keputusan di tangan wakil terpilih. Rakyat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam urusan publik di semua tingkatan pembuatan kebijakan publik. (Pon)

Baca Juga:

PKS Sebut Ada Fenomena Demokrasi Terbajak di Pilwakot Solo

#Demokrasi Indonesia
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan