MerahPutih.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI memperpanjang masa perbaikan dokumen persyaratan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (caleg) hingga 16 Juli 2023. Keputusan perpanjangan masa perbaikan dokumen persyaratan bakal caleg itu dimuat dalam Surat Dinas Ketua KPU RI Nomor 700/PL.01.4-SD/05/2023 yang ditujukan kepada KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota serta Surat Dinas Ketua KPU RI Nomor 701/PL.01.4-SD/05/2023.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI diminta memperbaiki aturan teknis pencalonan legislatif. Di mana pengaturannya masih kurang terperinci.
Baca Juga:
KPU Gelar Simulasi Pemilu dan Penghitungan Suara Dua Panel
Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin menyoroti pemberian bimbingan teknis (bimtek) kepada KPU Daerah (KPUD). Saat ini, bimtek yang rutin digelar untuk KPUD masih menggunakan pendekatan birokratis, sehingga menyebabkan ketidakseragaman KPUD dalam menerjemahkan petunjuk teknis dari KPU.
"Setiap ada arahan, panduan, atau informasi teknis dari KPU, kami selalu lakukan sosialisasi kepada pengurus daerah. Masalahnya, ketika hal tersebut dikoordinasikan kepada KPUD, sebagian teman-teman KPUD ternyata mempunyai pemahaman yang berbeda," ucapnya.
Berdasarkan evaluasi terdapat tiga faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Pertama, petunjuk teknis yang disampaikan secara lisan oleh KPU kepada pengurus partai politik di tingkat pusat tidak sampai ke KPUD.
"Kami menerima informasi dari pengurus daerah bahwa ada seratusan KPUD yang memberikan penjelasan berbeda terhadap nasib bakal calon yang dokumen perbaikannya kelak dinyatakan tidak benar," katanya.
Dia menjelaskan, sebagian KPUD mengatakan bakal calon yang dokumennya tidak benar, akan dinyatakan tidak memenuhi syarat (tms). Implikasinya, pada masa pencermatan rancangan daftar calon sementara (dcs) 6–11 Agustus 2023, dokumen bakal calon itu tidak bisa diperbaiki.
"Sebagian KPUD yang lain mengatakan bakal calon yang kelak dinyatakan tms, tidak bisa diganti dengan bakal calon baru di masa pencermatan rancangan DCS. Artinya, bakal calon tersebut akan dinyatakan gugur, sehingga jumlah bakal calon pada suatu dapil berpotensi berkurang,” ucapnya.
Tidak sedikit pula KPUD yang bersikap ambigu. KPUD tidak berani memberi kepastian hukum terhadap nasib bakal calon yang kelak dinyatakan tms dengan alasan belum ada petunjuk tertulis dari KPU.
“Nah, kebijakan atau pemahaman KPUD yang beragam diatas faktanya berbeda dengan penjelasan yang disampaikan KPU kepada pengurus parpol di tingkat pusat,” imbuh dia.
Ia menegaskan, pada masa pencermatan rancangan dcs, parpol tetap mempunyai hak untuk memperbaiki dokumen bakal calon yang dinyatakan tms atau bisa menggantinya dengan bakal calon baru sesuai kebutuhan parpol.
Faktor kedua, yakni pihaknya mencatat arahan yang disampaikan KPU kepada KPUD terkait kebijakan teknis dilakukan dengan terlalu birokratis.
“KPU menyampaikannya terlebih dahulu kepada KPU provinsi, baru kemudian KPU provinsi meneruskannya kepada KPU kabupaten/kota,” kata dia.
Menurut Salahudin, sistem hierarki KPU telah benar. Akan tetapi, dia menilai sistem tersebut tidak cocok dilakukan dengan terlalu kaku, terlebih ketika diperlukan percepatan informasi karena akan mengganggu keutuhan informasi.
Adapun faktor ketiga, yaitu Salahudin menilai pembuatan petunjuk teknis secara tertulis oleh KPU kurang detail, sehingga muncul multitafsir di antara KPUD.
“Contoh, dalam SK KPU Nomor 352, SK KPU 403, SD KPU 691, SD KPU 701, dan naskah dinas KPU lainnya, sudah diatur hal-hal yang bersifat teknis, tetapi interpretasi yang muncul atas produk hukum pemilu tersebut ternyata tidak seragam,” ucapnya.
Salahudin mengaku mengalami permasalahan tersebut saat pengumuman hasil verifikasi bakal calon tahap pertama. Ratusan bakal calon Partai Buruh dokumennya dinilai tidak benar dan dinyatakan belum memenuhi syarat (bms).
"Padahal, dokumen yang diunggah ke SILON sudah sesuai dengan PKPU 10/2023 dan produk turunannya,” katanya. (Knu)
Baca Juga:
PBB Serahkan Keputusan Penundaan Pilkada Serentak 2024 kepada KPU-Bawaslu