MerahPutih.com - Panitia Khusus (Pansus) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Jilid II DPD RI meminta pemerintah menjatuhkan sanksi berat terhadap obligor atau debitur BLBI lantaran merekatidak bersikap kooperatif untuk membayar kewajibannya terkait dana BLBI.
Pemberian sanksi berat menjadi penting untuk memberikan efek jera kepada pelaku pengemplang uang negara. Sanksi berat dapat berupa penyitaan aset, pemblokiran rekening hingga anak dan keturunan dari pelaku dilarang mendirikan usaha di Indonesia.
Baca Juga:
“Kami kira, keturunan atau anak-cucu para pengemplang BLBI ini harus di blacklis dan mereka tidak boleh lagi berusaha atau berbisnis di Indonesia. Kita sepakat bahwa sanksi berat agar efek jera bagi pengemplang BLBI ini,” ujar Ketua Pansus BLBI DPD RI, Bustami Zainudin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Ketua Pengarah Satgas BLBI Mahfud MD di Jakarta, Selasa, (11/7).
Selain sanksi berat, Bustami juga meminta pemerintah meningkatkan kewenangan yang diberikan kepada Tim Satgas BLBI. Hal itu penting supaya Satgas BLBI dapat mengambil langkah-langkah sesuai ketentuan perundang-undangan sehingga bisa menuntaskan pengembalian utang perbankan atau utang BLBI.
Menurut Bustami, penambahan wewenang sangat dibutuhkan mengingat masa kerja Tim Satgas BLBI yang dibentuk oleh pemerintah bakal berakhir pada akhir 2023.
“DPD RI selaku perwakilan daerah memandang perlu untuk melanjutkan Pansus BLBI dan melakukan RDP/RDPU dengan berbagai kalangan termasuk para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya guna menggali lebih dalam informasi-informasi yang berkaitan dengan BLBI,” tuturnya.
Bustami menilai penanganan hak tagih negara atas dana BLBI oleh Satgas BLBI belum berjalan secara optimal. Hal ini terlihat dari piutang negara yang terdapat pada obligor BLBI tercatat sebesar Rp 30.470.191.881.577,90 atau Rp 30,47 triliun per 31 Desember 2022.
Sedangkan, kata dia, piutang negara yang terdapat pada debitur sebesar Rp 38.900.044.590.177,30 (Rp 38,90 triliun) dan USD 4.545.685.360,74 atau setara USD 4,54 miliar.
Mengingat penugasan Satgas BLBI hanya sampai akhir 2023, menurut Bustami, Satgas BLBI harus bekerja keras dan menarik seluruh piutang negara sebelum masa tugas berakhir.
“Kami berpendapat, untuk melakukan penagihan terhadap pihak perbankan atas penunggakan kewajibannya, diperlukan peningkatan kewenangan yang diberikan kepada Satgas BLBI ini,” ujar Bustami.
Baca Juga:
Pada kesempatan yang sama, anggota DPD DKI Jakarta Fahira Idris mendukung agar masa tugas Satgas BLBI dapat diperpanjang supaya dapat menyelesaikan hak tagih atas dana BLBI.
“Kami ingin mengetahui sejauh mana implementasi PP No.28/2022 tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara pada penyelesaian piutang negara khususnya terkait dengan BLBI, dan juga bagaimana implementasi mengenai ancaman satgas BLBI yang akan memblokir akses keuangan obligor/debitur pada kasus BLBI ini,” ucapnya.
Senada dengan Ketua Pansus, Anggota Pansus Evi Apita Maya juga menginginkan agar penyelesian hak tagih negara atas BLBI dapat segera dituntaskan lewat Satgas BLBI.
“Kami hadir untuk bersinergi dengan Satgas BLBI dalam rangka penyelesian hak tagih negara dan kami mendukung agar Satgas BLBI dapat berlanjut jika pada akhir tahun 2023 penyelesaian hak tagih ini belum selesai,” kata Apita.
Kemudian, anggota Pansus Tamsil Linrung berharap keberlanjutan Satgas BLBI dapat dipertahankan. Sebab, rakyat menaruh harapan besar kepada Satgas BLBI dalam upaya mengembalikan uang negara.
“Sehingga keberlanjutan Satgas BLBI ini menjadi penting agar hasil penagihan piutang negara menjadi optimal,” kata Tamsil.
Sementara itu, Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD RI, Hardjuno Wiwoho menjelaskan utang para obligor/debitur tetap tercatat dan tidak akan terhapus sampai mereka melunasi utangnya, yang merupakan uang negara.
"Saya kira, komitmen (menagih utang) sudah pasti, selama negara ini masih ada. Itu tentu mengikat pemerintah berikutnya. (Itu menjadi) tugas pemerintah, siapa pun yang memerintah dan berkuasa kelak,” pungkasnya. (Pon)
Baca Juga: