Pansus Ciptaker Sebut Mekanisme Perubahan UU Cipta Kerja Perlu Diantisipasi

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Rabu, 02 Februari 2022
Pansus Ciptaker Sebut Mekanisme Perubahan UU Cipta Kerja Perlu Diantisipasi
Ilustrasi: Suasana sidang putusan gugatan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja yang diajukan kelompok buruh di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (25/11). ANTARA FOTO/Rivan A Lingga

MerahPutih.com - Panitia Khusus (Pansus) Cipta Kerja DPD meminta masukan dari para pakar setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Dalam hal ini, Pansus Cipta Kerja DPD hanya akan fokus pada amar putusan poin 3, 4, 5, 6, dan 7 saja.

Mekanisme perubahan terhadap UU Cipta Kerja perlu diantisipasi. Dalam hal ini, Pansus Cipta Kerja DPD mencatat bahwa persoalan ini tidak hanya mengenai formil pelaksanaan pembentukannya tetapi tentang materi yang sulit diterapkan di daerah.

“Contohnya tentang pelaksanaan perizinan berusaha yang secara struktural ditarik kembali menjadi kewenangan Pemerintah Pusat,” ujar Anggota Pansus Cipta Kerja DPD, Alirman Sori saat RDPU secara kombinasi fisik dan virtual di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (2/2).

Baca Juga:

UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Jokowi: Seluruh Materi dan Substansi Tetap Berlaku

Senator asal Sumatera Barat itu menjelaskan dalam rapat pembahasan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2022. Telah disepakati bahwa perubahan terhadap UU Cipta Kerja akan dilaksanakan melalui mekanisme komulatif terbuka yakni akibat dari adanya Putusan MK.

“Hal ini tentunya perlu untuk disikapi secara cermat dan hati-hati oleh DPD secara kelembagaan,” tuturnya.

Secara virtual, Direktur ICLD Fitriani Ahlan Sjarif mengatakan kondisi di daerah pasca putusan MK telah mengundang perdebatan. Putusan ini menginstruksikan bahwa tidak boleh membentuk peraturan pelaksanaan dalam kebijakan strategis dan berdampak luas.

“Dampaknya banyak draft peraturan yang sudah ditinggal ditetapkan maka terhenti, dapat diduga adanya kekosongan hukum terjadi. Seharusnya pemerintah tidak boleh berhenti,” tuturnya.

Baca Juga:

UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Aturan Upah Minimum Tetap Berlaku

Ia juga menambahkan perbaikan UU Cipta Kerja dalam dua tahun ini tidak semudah yang dibayangkan. “UU ini menggambarkan permasalahan sistem di Indonesia. Persoalan yang banyak berada pada fundamental yaitu metode dan teknis sehingga tidak mudah dilakukan perbaikan,” tutur Fitriani.

Sementara itu, Guru Besar IPDN Djohermansyah Djohan menambahkan dampak putusan MK berpengaruh kepada otonomi daerah dan pembangunan derah. Lantaran putusan MK ini menyangkut keadilan dan pelayanan publik yang menyebabkan kendala di daerah.

“Keadilan dan pelayanan publik berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Apalagi saat pandemi saat ini, banyak kesejahteraan masyarakat dan ekonomi masyarakat terganggu,” jelas Djohan.

Baca Juga:

Keuangan Digital Hadirkan Business Solution untuk UMKM dan Korporasi

Sedangkan Mantan Hakim Maruarar Siahaan menambahkan Putusan MK mengundang kontroversi karena pernyataan masih memberlakukan UU selama dua tahun sebelum persyaratan jatuh tempo.

“Putusan ini menyebabkan UU masih dipandang konstitusional dan berlaku, menyebabkan kebebasan bertindak kekuasaan eksekutif dalam doktrin separation of powers sebagai prinsip konstitusi,” terangnya. (Pon)

#UU Ciptaker #UU Cipta Kerja #RUU Cipta Kerja #Demo UU Cipta Kerja
Bagikan
Bagikan