Merahputih.com - Aturan karantina pelaku perjalanan dari luar negeri dipangkas menjadi hanya tiga hari.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan pertimbangan penyesuaian durasi ini telah mempertimbangkan masukan dari para pakar.
“Pada prinsipnya sudah mempertimbangkan masukan pakar terkait perkembangan riwayat alamiah penyakitnya serta petugas di lapangan terkait teknis skriningnya,” ucapnya pada konferensi pers virtual tentang “Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia” Selasa (2/11).
Baca Juga:
56.085 Penumpang Luar Negeri Masuk Lewat Bandara Soetta Dikarantina
Selain itu, cakupan vaksinasi hasil survei dari sero-prevalensnce serta upaya pemulihan ekonomi bertahap juga menjadi aspek yang dipertimbangkan. "Kebijakan pembaharuan ini sudah dilakukan dengan baik untuk dipertimbangkan," lanjutnya.
Ia menjelaskan, dipersingkatnya masa karantina menjadi tiga hari hanya berlaku bagi para pelaku perjalanan yang telah menerima dua dosis vaksin corona.
"Penyesuaian durasi wajib karantina menjadi, yang pertama, tiga hari untuk pelaku perjalanan internasional yang telah menerima dosis penuh vaksinasi. Yang kedua, lima hari untuk pelaku perjalanan internasional yang belum divaksin dosis penuh," ujar Wiku.

Tak hanya masa karantina, dalam aturan terbaru Surat Edaran (SE) Kasatgas Nomor 20/2021, pemerintah juga mewajibkan sejumlah persyaratan untuk dipatuhi oleh seluruh pelaku perjalanan. Persyaratan baru itu di antaranya hasil testing hingga vaksinasi.
Kewajiban testing dengan hasil negatif maksimal 3x24 jam sebelum keberangkatan. Yang kedua, kewajiban telah menerima vaksinasi COVID-19 minimal 14 hari pasca penyuntikan.
"Kemudian ketiga, kewajiban testing ulang atau entry test saat kedatangan di pintu masuk," beber Wiku.
Pelaku perjalanan juga wajib telah menerima vaksinasi COVID-19 minimal 14 hari pasca penyuntikan.
Baca Juga:
Cegah Pelancong Kabur, Polda Metro Bentuk Satgas Antimafia Karantina
Wiku menegaskan berubah-ubahnya aturan di masa pandemi bukanlah bentuk ketidaksanggupan pemerintah dalam membaca kondisi. Perubahan yang ada dimaksudkan sebagai penyesuaian dengan kondisi terbaru.
Sehingga, melalui langkah itu, diharapkan aturan baru yang berlaku dapat sejalan dengan situasi pandemi saat ini.
"Pada prinsipnya setiap penyesuaian kebijakan yang dilakukan sudah mempertimbangkan masukan pakar terkait perkembangan riwayat alamiah penyakitnya, serta petugas di lapangan terkait teknis skriningnya," tutup Wiku. (Knu)