BELAKANGAN ini beberapa acara musik mulai marak digelar secara offline dan disambut dengan sangat antusias oleh para penggemar. Oleh karena itu, penting bagi para penyelenggara musik untuk sigap dan waspada ketika ingin membuat suatu acara berskala besar.
Terlepas dari berbagai faktor penyebab aneka insiden dan tragedi, industri penyelenggaraan event kini menghadapi tantangan berat. Manajer Program S-1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Hanesman Alkhair, mengatakan saat ini para pelaku industri event organizer ditantang untuk terus berkreasi menjawab keinginan market yang mulai bangkit pascapandemi COVID-19.
Baca juga:
Konser 'Pesta Rakyat 30 Tahun Dewa 19' Siap Digelar Megah di JIS

“Di sisi lain, mereka juga harus lebih bersikap hati-hati dan teliti dalam menerapkan manajemen massa, terutama untuk penyelenggaraan acara yang melibatkan khalayak dalam jumlah besar,” ujarnya, dalam siaran pers yang diterima, Kamis (10/11).
Hanes menilai salah satu faktor munculnya berbagai kejadian di luar dugaan pada sejumlah perhelatan akhir-akhir ini yakni tingginya antusiasme masyarakat untuk mendatangi acara keramaian, setelah hampir dua tahun lebih terkungkung pandemi.
“Situasi pandemi telah membentuk kebiasaan manusia baru, yang kemudian membentuk karakteristik massa yang baru pula,” kata Hanes.
Hal itu, lanjut Anes, yang harus menjadi perhatian para penyelenggara event. Poin yang tidak kalah penting untuk dipahami pelaku industri event ialah pola konsumsi media sosial dan gadget pada masyarakat. Dari berbagai penelitian yang dilakukan para crowd scientist internasional, terlihat bahwa pola penggunaan gadget ini telah membentuk massa yang cenderung tidak awas terhadap situasi.
Semua orang memakai ponsel pintar, tak terkecuali saat mereka mendatangi suatu acara keramaian. "Perilaku orang-orang yang terlalu fokus dengan gawai membuat mereka bisa kurang waspada terhadap situasi sekitar,” ujar Hanes.
Menurut Hanes, ada dua poin penting dalam manajemen risiko penyelenggaraan acara yang harus jadi prioritas. Poin pertama antisipasi atas munculnya density alias kepadatan massa, serta sudden movement, atau pergerakan tiba-tiba dalam kelompok massa.
Baca juga:
Ini Alasan Promotor Pede Pasang Tarif Konser Ariana Grande Rp6 Juta

Untuk mencegah timbulnya density, Hanes menjelaskan para stakeholders sebuah event perlu membuat alur pergerakan pengunjung dengan sedemikian rupa. Misalnya, pemisahan antrean, penyekatan area penonton di sebuah acara festival atau konser musik, dan menempatkan lebih banyak petugas keamanan di titik-titik yang rawan terjadi kepadatan.
Sementara itu, risiko sudden movement dalam sebuah acara biasanya terjadi ketika ada suatu kejadian yang menarik perhatian khalayak. Misalnya turunnya hujan, kericuhan di satu titik, atau bahkan adanya informasi yang menarik perhatian massa dalam jumlah banyak.
“Pergerakan tiba-tiba itu bisa menimbulkan kepadatan. Dikaitkan dengan karakteristik masyarakat yang perhatiannya cenderung tersedot pada gadget, situasi ini bisa menimbulkan risiko kepanikan ketika terjadi desak-desakan dan dorong-dorongan,” tutup Hanes. (and)
Baca juga:
Konser Dream Theater, Promotor Sebut Ada Tamu VVIP dari Para Capres