Pakar Sebut Hasil Quick Count Tidak Melihat Kebenaran di Balik Kertas


Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) melakukan penghitungan suara di di Tempat Pemungutan Suara (TPS) KBRI Beijing, China, Rabu (14/2/2024). (ANTARA FOTO/Desca Lidya Natalia/Spt)
MerahPutih.com - Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari mengatakan bahwa hingga hari ini belum ada pasangan calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang memenangkan Pilpres 2024.
Ia mengimbau untuk tidak terburu-buru mendeklarasikan kemenangan berdasarkan quick count karena hanya melihat data di atas kertas, tidak melihat kebenaran di balik kertas.
Baca Juga:
TPN Anggap Pertemuan Jokowi-Surya Paloh untuk Rangkul NasDem
Menurutnya, paslon nomor 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka belum menang meski sudah mendeklarasikan kemenangan pada Rabu (14/2). Hal ini jika melihat kecurangan pemilu yang terstruktur sistematis dan masif (TSM).
“Secara hukum, quick count tidak bisa dipergunakan dan dipercaya, masalahnya di balik bisnis quick count ada keinginan menyukseskan paslon tertentu,” kata Feri saat diwawancara mantan Ketua KPK Abraham Samad pada podcast “Speak Up” yang dikutip Senin (19/2).
Mantan Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas ini mengamini, tidak sedikit pollster yang baik dan jujur tapi lebih banyak yang dipertanyakan.
Di Indonesia, kata dia, pollster yang bermasalah masih menjadi acuan media massa. Hal itu lantaran quick count hanya memotret data di atas kertas, maka lembaga survei tidak bicara perimbangan informasi.
“Di beberapa negara maju yang demokrasinya sangat sehat QC diumumkan oleh berbagai media. Sulitnya di Indonesia, rakyat dengan mudah menerima, percaya angka, berita media tanpa filterisasi, mestinya ada tanggung jawab penyelenggara QC,” ujarnya.
Baca Juga:
Lebih lanjut, dikatakan persoalannya adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) punya banyak masalah, sehingga jika lembaga quick count mengumumkan data dari tempat pemungutan suara (TPS) yang dalam proses Pemilu rusak, maka data rusak yang diumumkan itu jadi seolah-olah benar.
“Misalnya, ada kecurangan pengerahan massa dan politik uang, kemudian diumumkan hasil di atas kertas, seolah-olah mereka mengabaikan nilai moral, yang penting angka keluar. Kalau ada kecurangan temukan sendiri. Bagi saya harus ada tanggung jawab etika dalam politik, jangan orang-orang yang pintar itu ikut merusak sistem yang ada,” tegas Feri. (Pon)
Baca Juga:
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Politik Thailand Kembali Bergejolak, PM Sementara Ajukan Pembubaran Parlemen dan Pemilu Baru

Tutup Rakernas, Surya Paloh Targetkan NasDem Masuk 3 Besar Pemilu 2029

NasDem Siap Tantang Partai Besar, Punya Strategi Khusus Rebut Tiga Besar Pemilu 2029

DPR Mulai Bahas Pilihan Alternatif Model Pilkada, Usulan PKB Gubernur Ditunjuk Presiden Belum Ada Yang Nolak

Junta Kembali Tetapkan Darurat Militer Jelang Pemilu Myanmar

Legislator Ungkap Keuntungan dari Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal

Partai Tengah Lagi Bikin Strategi Simulasi Pemilu dan Pilkada

Partai Buruh Ajukan Uji Materi Minta Ambang Batas Parlemen Dihapus Pada Pemilu 2029

4 Tahun Sebelum Pemilu, Golkar Jateng Ingin Rampungkan Seluruh Kepengurusan

Golkar Nilai Putusan MK soal Pemilu Bisa Jadi Bumerang dan Guncang Dunia Politik Indonesia
