PANDEMI belum menunjukkan tanda-tanda menghilang. Di tahun keduanya, justru menunjukkan varian-varian lain. Mulai dari delta hingga yang terbaru adalah Omicron. Menurut pakar mikrobiologi Universitas Indonesia Prof. dr. Amin Soebandrio, Ph.D, varian Omicron yang mulai tersebar sejak November 2021 tidak memiliki relasi dengan varian Delta yang muncul pada gelombang kedua.
Namun ia menilai bahwa varian tersebut memiliki jumlah mutasi yang lebih banyak dibandingkan dengan virus-virus sebelumnya. Hal tersebut membuat virus COVID-19 varian Omicron dapat beradaptasi dengan lingkungan yang menyebabkan penularan terjadi lebih cepat. Kendati demikian, tidak seluruh mutasi dapat menguntungkan virus. Pada kasus Omicron, justru dengan adanya mutasi tersebut, varian ini tidak menimbulkan morbiditas atau gejala klinis yang berat.
Baca juga:

“Pada dasarnya, risiko infeksi memiliki rumus yaitu keganasan virus dikalikan dengan dosis virus, kemudian dibagi dengan kekebalan. Kekebalan tersebut terbentuk dari vaksinasi maupun infeksi alami ketika seseorang terpapar virus," urai Profesor Amin. Berdasarkan atas studi yang dilakukan oleh FKM UI, Kementerian Kesehatan, dan LBM Eijkman, lebih dari 70% populasi masyarakat Indonesia telah memiliki antibodi, walaupun belum pernah dinyatakan positif COVID-19 maupun tervaksinasi. Sebanyak 90% dari populasi yang telah terkena COVID-19 dan tervaksinasi telah memiliki antibodi tersebut. Maka, hal ini menunjukkan bahwa kekebalan terhadap virus telah terbentuk dalam masyarakat Indonesia.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara dan Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan, “Virus Covid-19 akan selalu ada dengan kemungkinan akan bermutasi ke varian-varian lain di masa yang akan datang," terangnya dalam acara DBS Asian Insights Conference 2022, Kamis (24/02).
Baca juga:
Menurutnya, walaupun jumlah kematian akibat Omicron lebih rendah dari varian Delta dan gejala yang ditimbulkan tidak separah gelombang-gelombang sebelumnya, namun korban jiwa tetap ada. Untuk itu ia tetap menghimbau kewaspadaan masyarakat dan tidak lengah protokol kesehatan. "Mengingat setiap nyawa masyarakat Indonesia berharga, maka diperlukan upaya maksimal dari pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang adaptif terhadap keadaan dengan mempertimbangkan saran-saran para ahli sehingga dapat mengatur laju penularan," ujarnya.

Langkah nyata tentu saja dengan mengejar target vaksinasi di atas 80 persen. Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menegaskan peemerintah akan tetap memberlakukan pembatasan mobilitas dan PPKM level tiga. "Hal tersebut dibarengi dengan percepatan vaksinasi, testing, dan tracing," tukasnya. (Avia)
Baca juga: