PEDAGANG aset digital Tokocrypto melakukan kewajiban dalam memungut pajak transaksi aset kripto. Hal ini dilakukan sesuai dengan keputusan pemerintah dengan berlakunya aturan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi Perdagangan Aset Kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022.
Aturan PMK 68 sudah berlaku sejak 1 Mei 2022. Selama penerapan PMK 68 yang sudah berjalan dua bulan selama periode Mei-Juni, Tokocrypto sudah menyetorkan pajak transaksi kripto para penggunanya sebesar Rp 37 miliar (USD 2,5 juta) ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Rinciannya bulan Mei 2022 Rp 21 miliar dan Juni 2022 Rp 16 miliar.
CEO Tokocrypto Pang Xue Kai mengatakan pihaknya terus berkomitmen untuk menjalankan aturan pajak transaksi aset kripto sesuai dengan PMK 68. Adanya aturan pajak kripto bisa memberikan efek positif terhadap kepastian bagi investor dan pelaku industri kripto di Indonesia.
Baca juga:
Baru 2 Bulan, Transaksi Kripto di Indonesia Capai Rp 859 Triliun

"Kami sangat senang dapat memberikan kontribusi dalam penerimaan pajak kepada negara. Potensi penerimaan yang besar dari aset kripto bisa dioptimalkan untuk pembangunan merupakan sebuah upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Kai, dalam siaran pers yang diterima Merahputih.com.
Kai menjelaskan dengan pemberlakuan aturan pajak kripto atau PMK 68 ini menambah legitimasi industri aset kripto yang sedang berkembang. Di samping itu, setiap pemegang aset kripto di Indonesia akan mendapatkan kepastian perpajakan yang sangat jelas dengan tarif bersahabat. Perihal keamanan data dan transaksi menjadi hal utama dan prioritas Tokocrypto.
Baca juga:
Cak Imin Dukung Transaksi Kripto Dikenakan PPh dan PPN, Ini Alasannya

"Keamanan aset nasabah merupakan prioritas bisnis kami. Dalam menjalankan operasional bisnis, kami menjamin tidak ada aktivitas yang berisiko pada dana milik nasabah. Semua aset kripto milik nasabah dikelola penuh oleh Tokocrypto dan selalu dilakukan audit secara menyeluruh. Kemudian, kami selalu memberikan laporan terbuka rutin ke Bappebti," jelas Kai.
Sebelum PMK 68 ini diterapkan, belum ada perlakuan khusus kepada aset kripto yang dimiliki oleh para investor sehingga akan dikategorikan sebagai bagian pendapatan lain-lain dengan tarif berjenjang sampai 35 persen. Pemberlakuan PMK 68 dengan tarif PPN dan PPh final senilai total 0,21 persen dapat disimpulkan lebih menguntungkan dibandingkan tarif berjenjang pendapatan lain-lain. (and)
Baca juga:
Nilai Transaksi Kripto di Indonesia Capai Rp 859,4 Triliun pada Tahun 2021