MENYAYANGI dan mencintai anak sepenuh hati memang kewajiban orangtua. Selain memberikan kasih sayang tanpa pamrih, orangtua juga memiliki kewajiban untuk memenuhi segala kebutuhan anak mulai dari kebutuhan emosional, finansial, akademik, nonakademik, hingga hiburan sehari-hari. Namun, ternyata masih banyak yang menganggap anak sebagai investasi masa depan sehingga segala hal yang sudah diberikan orangtua dianggapnya harus diganti sang anak di kemudian hari.
Tak terkecuali orangtua yang terpaksa menjadi single parents. Tanpa mendiskreditkan status sebagai single parents, pada kenyataannya, menurut Healthline, fenomena emotional incest lebih banyak dilakukan single parent meski memang orangtua yang utuh pun tak luput dari kemungkinan melakukan emotional incest. Sejatinya emotional incest merupakan perilaku orangtua mengikat anak seutuhnya untuk mengabdi kepada orangtua termasuk menggantikan salah satu peran orangtua jika telah tiada.
BACA JUGA:
1. Tidak membiarkan anak berkembang

Orangtua yang cenderung berperilaku emotional incest biasanya tak ingin berjauhan dengan sang anak. Alhasil biasanya anak tidak boleh mengambil studi di luar kota apalagi di luar negeri. Bekerja pun kalau bisa yang dekat dengan rumah orangtuanya. Berkali-kali mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan karier di luar negeri pun terpaksa pupus sebelum kamu membuka suara. Orangtua yang berperilaku emotional incest selalu ikut campur segala urusan anak agar sang anak bisa selalu di dalam kontrolnya.
2. Menggantikan peran salah satu orangtua yang hilang
Kehidupan manusia memang sangat singkat. Tak pernah ada yang mengetahui usia seseorang hingga akhirnya ajal menjemput. Salah satu hal yang paling menakutkan bagi pasangan suami istri adalah kehilangan satu sama lain. Tak hanya karena ajal menjemput tetapi juga karena bercerai akibat tak lagi satu visi dan misi dalam rumah tangga. Dalam perceraian pun keputusan akhir pihak mana yang mendapatkan hak asuh anak menjadi urusan pengadilan. Tetapi baik kehilangan pasangan karena takdir atau perceraian, orangtua cenderung meminta anak untuk menggantikan sosok pasangan yang sudah tak lagi ada dan aktif dalam keluarga. Entah anak perempuan yang diminta untuk menggantikan peran ibu di rumah, atau anak laki-laki yang dipaksa menjadi pemimpin di rumah menggantikan sang ayah.
Perpisahan karena takdir atau karena perceraian bukanlah tanggung jawab anak. Anak tidak boleh menggantikan peran siapa pun karena tugasnya ialah belajar, mencari banyak pengalaman, dan berjuang untuk kehidupannya di masa depan kelak sesuai dengan pilihannya sendiri.
BACA JUGA:
3. Diminta memilih atau membela salah satu pihak
Tak berpisah pun orangtua tetap berisiko berperilaku emotional incest terhadap anak. Misalnya hubungan suami istri yang sudah mulai retak dan tidak romantis seperti dulu sehingga mulai banyak cekcok ditambah banyak keputusan yang tak lagi satu suara. Mulai lah salah satu orangtua entah ayah atau bunda bertanya kepada anak untuk meminta pembelaan. Perilaku seperti ini sudah termasuk ke kategori emotional incest.
4. Diminta memberikan saran hubungan asmara orangtua
Orangtua berpisah dan akhirnya memiliki kekasih baru. Meskipun kenyamanan sang anak menjadi prioritas orangtua ketika memiliki pasangan baru, alangkah baiknya jika orangtua tak perlu bertanya apalagi meminta saran dari hubungan asmara orangtua yang sedang berlangsung dengan pasangan yang baru. Urungkan niat untuk bertanya meskipun hanya pertanyaan: 'apa kakak suka dengan pacar baru ayah?' atau 'menurut kakak om ini cocok enggak sama bunda?'.

5. Keutuhan keluarga menjadi tanggung jawab anak
Meminta saran asmara kepada anak saja sudah salah. Apalagi memberikan beban berat seperti menjaga keutuhan keluarga. Tanggung jawab menjaga keutuhan rumah tangga ada di tangan orangtua. Perdebatan di antarorangtua lagi-lagi bukan tanggung jawab anak. Banyak sekali anak yang diminta bertanggung jawab terhadap keharmonisan keluarga hanya karena orangtua tak mampu tetap kompak dan berkomitmen demi kerharmonisan keluarga. Alhasil, anak menjadi samsak emosi dari orangtuanya. (Mar)
BACA JUGA: