SIAPA yang punya akun Instagram, tetapi tak mengunggah foto pada menu foto profil alias mengosongkannya dengan lambang lingkaran abu-abu? Nah, tindakan ini, menurut para peneliti di Universitas Harvard dan Universitas Vermont, mungkin bisa menjadi tanda depresi.
Ada banyak tanda yang ditampakkan ketika seseorang depresi. Mereka bisa lebih murung, tidak nafsu makan atau sebaliknya, mudah marah, gampang menangis, dan putus asa.
Di era media sosial gejala depresi bisa terlihat dari profil picture Instagram. Mengutip dari nbcnews.com, para peneliti pertama-tama menganalisis ribuan gambar dari 166 pengguna Instagram. 71 di antaranya memiliki riwayat depresi.
"Mereka menemukan individu yang depresi mengunggah foto yang lebih biru, lebih gelap, dan lebih abu-abu daripada gambar yang diunggah oleh orang lain," tulis nbcnews.com.
Orang yang depresi juga menyukai Inkwell, filter Instagram yang mengubah foto menjadi hitam putih. Foto mereka lebih sedih dan mereka cenderung mengunggah gambar yang memiliki lebih sedikit wajah di dalamnya.
Baca juga:

"Mungkin karena mereka berada di sekitar lebih sedikit orang yang suka berswafoto," kata seorang penulis penelitian tersebut.
Para peneliti merancang program komputer untuk menemukan detail tersebut kemudian menjelajahi foto-foto tersebut dan mengidentifikasi dengan tepat 70 persen orang yang depresi.
Sebagai perbandingan, dokter hanya mampu mendiagnosis 42 persen pasien depresi dengan benar pada penelitian sebelumnya.
Temuan menunjukkan depresi dapat dideteksi berdasarkan unggahan Instagram. Ini mungkin menjadi cetak biru untuk pemeriksaan kesehatan mental yang efektif pada masa depan. Demikian para peneliti berkeyakinan.
Namun, para ahli memperingatkan penelitian hanyalah studi awal dan kecil. Penelitian ini juga tidak memukul rata orang yang tidak memasang foto profil di Instagram sebagai orang depresi.
“Sangat penting untuk membaca ini dengan hati-hati. Kami tentu tidak ingin semua orang berlarian mendiagnosis anak-anak atau satu sama lain,” kata Catherine Steiner-Adair, seorang psikolog klinis dan penulis The Big Disconnect: Protecting Childhood and Family Relationships in the Digital Age.
Baca juga:

Di sisi lain, Catherine mengapresiasi penelitian ini jika dapat digunakan untuk memperluas jangkauan bantuan kepada orang-orang yang menderita penyakit psikologis apa pun. "Itu adalah penggunaan yang sangat positif,” sebut Catherine.
Sementara itu, Elyse Fox, pendiri Sad Girls Club kelompok pendukung perempuan yang mengalami penyakit mental dan depresi di New York, mengaku pernah sangat depresi. Ketika itu, dia memasang foto profil yang lebih kelam dan suram.
"Aku menggunakan foto yang tidak terlihat seperti Elyse sebelumnya. Aku mengunggah banyak foto yang sedikit lebih tegang, suram, atau menunjukkan sisi gelap saya,” kata Elyse.
Elyse mengaku tindakan ini menjadi sebentuk super katarsis atau pelepasan emosi yang luar biasa.
Berbekal pengalamannya sendiri, Elyse sekarang dapat dengan cepat mengetahui ketika orang lain sedang depresi. Hanya dengan melihat gambar yang mereka unggah di media sosial. (dkr)
Baca juga:
Mengapa Banyak Akun Porn Bot Menyukai Instagram Stories Kita?