Oposisi Jalanan yang Dimobolisir Parpol Diduga Berada Dibalik Ricuhnya Demo Tolak UU Ciptaker

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Senin, 12 Oktober 2020
Oposisi Jalanan yang Dimobolisir Parpol Diduga Berada Dibalik Ricuhnya Demo Tolak UU Ciptaker
Ribuan buruh melakukan long march dengan memadati ruas jalan Daan Mogot, Kota Tangerang, Banten, Rabu, (7/10).

Merahputih.com - Gelombang aksi penolakan UU Omnibus Ciptaker memunculkan tanda tanya. Apakah benar ini untuk kepentingan buruh atau ada pihak lain yang menunggangi aksi buruh.

Pengamat politik Boni Hargens menilai, berdasarkan investigasi independen yang dilakukan oleh Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) sebelum Aksi 8 Oktober 2020 sampai hari ini, ditemukan ada indikasi keterpautan beragam kepentingan dan kelompok pemain di balik aksi ini.

Menurut Boni, secara garis besar, ada dua kelompok yang terlibat dalam aksi tersebut dan yang juga akan bergabung dalam aksi lanjutan 13 Oktober 2020 dan aksi-aksi yang akan datang.

Baca Juga:

Demo saat PSBB, Elemen Buruh Klaim Sebagai Pemanasan Jelang Mogok Nasional

Pertama, kelompok buruh dan para aktivis yang ideologis ingin memperjuangan kepentingan buruh. Mereka benar-benar mempersoakan pasal-pasal yang menurut mereka berpotensi multitafsir sehingga dalam perumusan peraturan pemerintah (PP) nanti ada potensi kepentingan buruh dikorbankan.

"Kelompok tipe ini tentu penting untuk diterima sebagai kritik dan saran untuk evaluasi dalam konteks judicial review jika itu dinilai perlu," jelas Boni kepada wartawan, Senin (12/10).

Namun, ada kelompok kedua yaitu massa yang dimobilisir oleh oknum dari partai politik oposisi dan dari kelompok antipemerintah yang selama ini memainkan peran sebagai oposisi jalanan. Massa ini datang dari berbagai latar belakang.

Ada yang massa partai, massa ormas, dan bahkan ada kelompok pengacau yang biasa di kenal sebagai kaum "anarko".

Personil Brimob melakukan pengamanan saat ribuan buruh melakukan long march untuk menolak penetapan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan DPR-RI dengan memadati ruas jalan Daan Mogot, Kota Tangerang, Banten, Rabu, (7/10/2020). Dalam aksinya buruh meminta pihak aparat TNI-POLRI mengizinkan buruh memasuki wilayah DKI Jakarta untuk melangsungkan unjuk rasa di gedung DPR-RI pada Kamis, 8/10/2020. Merahputih.com / Rizki Fitrianto

Massa tipe kedua inilah yang kemarin dalam aksi 8/10 terlibat dalam aksi anarkisme, pengrusakan fasilitas umum, termasuk penyerangan terhadap aparat keamanan dari kepolisian.

''Massa tipe kedua ini yang dibayar oleh bandar politik yang bertebaran dari daerah sampai Jakarta;" jelas Boni.

Boni menduga, kelompok partai yang ingin menaikkan popularitas untuk memastikan kemenangan di pilkada 2020 dan persiapan pemilu 2024. Apalagi kalau electoral threshold nanti dinaikkan ke 7%, maka partai oposisi ada yang terancam punah.

"Mereka ini bekerja keras untuk mendegradasi citra partai pendukung pemerintah untuk menyelamatkan partai mereka di pilkada 2020 dan pemilu 2024," jelas lulusan Universitas Walden ini.

Selain itu, kelompok lain yang adalah oposisi jalanan, mereka berkepentingan untuk menaikkan posisi tawar dalam rangka persiapan pilpres 2024.

Jadi, ada banyak aktor yang bermain dalam aksi ini tetapi sebagian besar tidak memikirkan kemaslahatan buruh, tetapi sekedar menjadikan isu buruh sebagai pintu masuk untuk menyerang pemerintah.

Baca Juga:

Tiga Catatan Kritis Demokrat Usai Tolak RUU Ciptaker

Maka tidak mengejutkan sebetulnya ketika ada temuan di lapangan bahwa banyak peserta aksi tidak memahami pasal dalam UU Ciptaker yang menjadi alasan aksi itu ada. Mereka hanyalah massa mengambang yang dimobilisasi untuk menyerang pemerintah.

"Kelompok ini yang secara pragmatis direkrut dan dimobilisasi untuk terlibat dalam aksi anarkis;" tutup dia. (Knu)

#UU Cipta Kerja #RUU Cipta Kerja #Demo UU Cipta Kerja
Bagikan
Bagikan