MerahPutih.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai restrukturisasi kredit perbankan hingga 4 Januari 2021 sudah mencapai Rp971,1 triliun di 101 bank yang diajukan debitur terdampak pandemi COVID-19.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana menjelaskan, total nilai restrukturisasi itu diajukan oleh 7,57 juta debitur dengan mayoritas debitur yang mengajukan keringanan kredit itu adalah debitur UMKM sebanyak 5,81 juta senilai Rp387 triliun.
Baca Juga:
Omnibus Law Jadi Instrumen Pemulihan Ekonomi
Meski jumlah debitur UMKM terbilang mendominasi mengajukan restrukturisasi kredit, namun secara nominal baki debet terbesar yakni Rp584 triliun diajukan oleh 1,76 juta debitur nonUMKM.
OJK sudah memperpanjang aturan restrukturisasi kredit dari Maret 2021 menjadi Maret 2022 sesuai Peraturan OJK Nomor 48 tahun 2020. Dalam POJK 48, OJK meminta perbankan untuk berjaga-jaga jika restrukturisasi tidak berhasil seluruhnya.
Caranya, dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) termasuk meminta bankir untuk mempertimbangkan kembali bagi-bagi dividen atau aksi-aksi korporasi.
“Jadi sebelum melakukan tindakan, aksi korporasi, tolong lakukan stress testing untuk melihat kecukupan CKPN untuk mengantisipasi dampak restrukturisasi itu,” katanya.

Ia mengakui kondisi saat ini menimbulkan dilema bagi perbankan karena di satu sisi harus mengantisipasi kemampuan bank dalam menyerap risiko CKPN, kekuatan likuiditas dan modal bank dalam menyangga penurunan kinerja debitur.
Di sisi lainnya, restrukturisasi harus dilakukan dengan baik sehingga risiko bisa diatasi dengan kehati-hatian oleh perbankan.
“Tapi saya ingatkan bagaimanapun restrukturisasi harus diantisipasi dengan prudent," ujarnya seraya menegaskan, restrukturisasi ini menjadi yang terbesar dalam pengawasan lembaga keuangan di Indonesia akibat pandemi dikutip Antara. (*)
Baca Juga:
Ekonomi Tiongkok Pulih Dengan Cepat