Museum Indonesia

Nikmati Sensasi Wisata Museum Taman Prasasti, Taburan Taman Makam Khas Eropa

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Selasa, 09 Oktober 2018
Nikmati Sensasi Wisata Museum Taman Prasasti, Taburan Taman Makam Khas Eropa
Salah satu bangunan yang terdapat di Museum Taman Prasasti. (Merahputih.com/Rizki FItrianto)

DERU mesin mobil begitu menggema siang itu di sekitar kawasan Wali Kota Jakarta Pusat. Puluhan suara klakson saling bersahutan. Ditambah panas matahari yang sudah tentu. Pun tak urung menambah sedikit pening kepala di antara ingar-bingar kota Jakarta, Senin (8/10).

Namun, tak jauh dari keriuhan tampak terbujur kaku deretan nisan yang terselip pula beberapa bangunan makam tua Belanda dengan posisi lebar dan agak tinggi. Pelbagai ornamen litografi khas Eropa, bertaburan di sekitar situs yang bernama Museum Taman Prasasti, Jakarta.

Salah satu bangunan yang terdapat di Museum Taman Prasasti. (Sumber: indopress.id)

Eko Hartoyo selaku staf museum mengatakan, konsep taman makam tersebut sudah ada sejak dulu. "Sejak tanggal 28 September 1795," kata Eko di Jalan Tanah Abang I No 1, Jakarta Pusat.

Namun, masih kata Eko, pada awalnya lahan tersebut merupakan tempat pembaringan khusus para petinggi VOC di Batavia (Jakarta. "Baru pada 9 Juli 1977 diresmikan menjadi Museum Taman Prasasti," katanya.

Menariknya, selain dipadati akan hiasan cetakan batu, epigrafi yang melekat pada setiap nisan memberikan nilai seni dengan cita rasa yang begitu tinggi. Bahkan berdasarkan pengakuannya, museum tersebut kerap kali mengundang perhatian turis luar yang ingin melihat makam para petinggi-petinggi VOC zaman dulu.

Salah satu bangunan yang terdapat di Museum Taman Prasasti. (Merahputih.com/Noer Ardiansjah)

"Adapun orang-orang asing yang dimakamkan di tanah yang memiliki luas 1,3 hektare itu sebagian besarnya merupakan para petinggi pemerintahan Hindia Belanda, petinggi Inggris, bangsawan, saudagar Tionghoa, tentara perang Jepang," katanya.

Meski demikian, Eko juga menjelaskan tak sembarang orang yang boleh dimakamkan di tempat tersebut. Menurutnya, hanya orang-orang terpandang.

Staf Museum Taman Prasasti Eko Hartoyo berdiri di samping salah satu bangunan museum. (Merahputih.com/Noer Ardiansjah)

Makam-makam di sini, kata Eko, ada yang diambil dari Pulau Onrust dan Gereja Sion di Jalan Pangeran Jayakarta. Ihwal tersebut dikarenakan kurangnya tempat penampungan sehingga mengharuskan Pemerintah Hindia Belanda memindahkan makam-makam tersebut di Kebon Jahe Kober (sebutan makam dari masyarakat sekitar).

Selaras dengan Eko Hartoyo, pemandu Museum Taman Prasasti Eko Wahyudi yang sebelumnya tidak ada di lokasi karena penugasan di Museum Sejarah, juga mengatakan hal demikian.

"Iya, di sini adalah makam yang memiliki strata sosial tinggi pada masa VOC. Adapun total batu nisan yang ada berjumlah 1372. Itu data dari tahun 2005. Untuk yang dipasang ada sekitar 900-an makam. Masih perkiraan, ya, belum ada data resminya," timpal Yudi sambil mengatur napas karena kelelahan.

Orang penting itu, kata Yudi, di antaranya adalah dr WF Stutterheim (pakar di bidang kepurbakalaan Indonesia), dr JL Andries Brandes (pakar arkeologi dan sastra Jawa kuno), Olivia Mariamne Raffles (istri pertama Thomas Stamford Raffles), HF Roll (pendiri Sekolah Tinggi Dokter Indonesia, Stovia), Andries Victor Michiels (panglima militer Belanda).

"Selain para petinggi itu, ada juga dua nisan orang pribumi, Nyonya Riboet dan Soe Hok Gie, dan tugu Pieter Erberveld," tambahnya.

Nisan Soe Hok Gie. (Sumber: indopress.id)

Setelah itu, ia juga menjelaskan lebih dalam tentang Pieter Erberveld yang mendapat hukuman mati dengan cara sangat kejam oleh Belanda. Sanksi tersebut dilakukan karena Pieter dianggap sebagai pemberontak yang berbahaya. Dengan mendekati masyarakat lokal, Pieter menghasut warga untuk melawan penjajah Belanda.

"Tubuhnya ditarik oleh empat ekor kuda, dari empat arah yang berlawanan. Timur, selatan, barat, dan utara, sehingga tubuhnya berserakan di jalan. Tidak sampai di situ, kepala Pieter pun kemudian ditancapkan ke sebuah bayonet yang tajam," katanya.

Salah satu bangunan yang terdapat di Museum Taman Prasasti. (Merahputih.com/Rizki Fitrianto)

Setelah ditancap bayonet, kata Yudi, lalu ditempelkan secarik kertas yang berisi, "Ini adalah contoh bagi siapa pun yang melawan Belanda."

"Seperti itulah cara Belanda mengambil tindakan guna menyiutkan nyali masyarakat pribumi," tandasnya.

Bagi kalian yang penasaran, rute menuju museum juga tidak terlalu susah. Posisi museum tidak jauh dari Stasiun Tanah Abang. Adapun perkiraan berjalan kaki dari stasiun menuju museum kurang lebih 2 menit saja. Sedangkan uang tiket masuk hanya sekitar Rp 5 ribu untuk dewasa dan Rp 2 ribu untuk anak-anak.

#Museum Taman Prasasti
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.
Bagikan