MANUSIA memang makhluk yang aneh, terutama mereka yang tidak segan-segan membunuh sesamanya. Kasus pembunuhan memang bukanlah hal yang baru, meskipun fenomena ini terjadi di seantero dunia, ternyata ada beberapa negara yang memiliki jumlah kasus dan pembunuhan tertinggi dibandingkan yang lain.
Jauh dari Indonesia, negara yang dimaksud ialah Amerika Serikat. Menurut World Atlas, hampir 68 persen pembunuh berantai terkenal dunia berasal dari AS. Kabarnya jumlah pastinya mencapai 3.204 orang. Sedangkan di urutan kedua ada Inggris yang mencatat 166 pembunuh.
Afrika Selatan menyusul di peringkat ketiga dengan 117, kemudian dilanjutkan dengan Kanada yang mencatat sebanyak 106 pembunuh. Sedangkan di posisi kelima ada Italia dengan 97 orang dan Jepang hanya tertinggal satu orang saja yaitu 96 pembunuh.
Baca juga:
Ketika membandingkan jumlah serial killer dari masing-masing negara, kita bisa melihat perbedaan yang signifikan antara AS dan wilayah lain. Artinya ada 0,99 pembunuh berantai per 100 ribu orang. Jadi jelas ada sesuatu yang aneh terjadi di sini.
1. Kondisi lingkungan yang mendukung

Ada sejumlah alasan mengapa hal ini bisa terjadi. Pertama adalah keadaan sosial dan lingkungan yang mendukung. Discover Magazine menyebutkan tahun 1970an sampai 1990an adalah 'golden age of serial killers'.
Pada 1980an saja, polisi menemukan 770 pembunuh berantai di seantero negeri. Beberapa yang paling terkenal adalah Ted Bundy, Charles Manson, Jeffrey Dahmer, dan Richard Ramirez.
Saat itu kejahatan meningkat dimana-mana serta tidak ada basis data berskala besar untuk melacak penjahat. Terlebih istilah pembunuh berantai kala itu masih merupakan sebuah hal yang baru dan belum jelas. Pada akhirnya ini menyediakan lingkungan ideal bagi para pembunuh untuk melakukan aksi busuknya.
2. Penegak hukum yang andal

Berikutnya ada alasan yang lebih sederhana mengapa pembunuh berantai di AS lebih banyak dibandingkan negara lain. Ini terjadi karena penegak hukum di AS lebih pintar dalam menyimpan catatan, melaporkan kejahatan, dan menghubungkan pembunuhan yang dilakukan orang yang sama. Makanya otomatis lebih banyak pembunuh berantai yang tertangkap yang membuat data jumlahnya semakin banyak.
Baca juga:
Jared Leto Bagikan Tampilan Pembunuh Berantai Manipulatif dalam 'The Little Things'
3. Masa Depresi Besar dan Perang Dunia II

Data yang tinggi ini tampaknya juga tidak terlepas akibat dua kejadian besar, yaitu 'the great depression' dan Perang Dunia II. Penulis dan sejarawan Peter Vronsky berpendapat bahwa faktor budaya dan lingkungan berkontribusi besar pada perkembangan pembunuh berantai.
Menurut Vronsky, banyak orang yang tidak kuat menghadapi krisis saat menghadapi masa depresi besar atau trauma pasca perang. Efek akhirnya mengarah pada perilaku kejahatan yang melanggar norma.
4. Media massa membuat pembunuh berantai jadi selebritas

Selain itu, media massa di AS banyak meliput pembunuh berantai fenomenal. Sayangnya bagai pedang bermata dua, hal ini memunculkan fenomena pembunuh berantai selebritas.
Dalam sejumlah kasus, investigator menemukan fakta bahwa banyak pembunuh yang menyukai publisitas dan kepopuleran. Mereka senang ketika dicari dan diberitakan. Itulah yang mungkin meemunculkan semakin banyak pembunuh.
5. Industri angkutan truk yang sempurna untuk pembunuh

Studi lainnya menyebutkan bahwa pembunuh berantai semakin pintar, sementara penegak hukum kekurangan dana. Ada pula fakta yang menyebutkan bahwa AS memiliki industri besar angkutan truk jarak jauh yang sempurna untuk pembunuh berantai.
Dalam kurun waktu 10 tahun, FBI mengidentifikasi 750 korban yang ditinggalkan di sepanjang jalan raya. Sebagian besar tersangka ternyata berpura-pura menjadi supir truk agar bisa melintasi batas negara bagian dan menghindari polisi. (sam)
Baca juga:
Selain Kasus Elisa Lam, Ini Kejadian Menyeramkan Lainnya di Hotel Cecil