Nelayan Teluk Jakarta: Isu Reklamasi Hanya Intrik Politik untuk Mendulang Suara

Widi HatmokoWidi Hatmoko - Minggu, 12 Maret 2017
Nelayan Teluk Jakarta: Isu Reklamasi Hanya Intrik Politik untuk Mendulang Suara
Aktivitas kampung nelayan di utara Jakarta. (FOTO Antara)

Intrik-intrik politik dalam perhelatan Pilgub DKI Jakarta putaran ke dua yang menghembuskan isu reklamasi di Pantai Utara Jakarta, rupanya tidak akan mempan mempengaruhi para nelayan di Teluk Jakarta.

Meraka mengaku tidak mau diperalat oleh politisi yang menghembuskan isu reklamasi tersebut. Karena pada dasarnya, mereka mengaku tidak pernah mempersoalkan reklamasi.

"Intinya kami menolak diperalat dalam politik Pilkada DKI karena sebagian besar nelayan asli tak lagi mempersoalkan reklamasi," kata tokoh nelayan Muara Angke, Jakarta Utara, Syarifuddin Baso dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Minggu (12/3).

Menurutnya, politisasi dan penolakan reklamasi selama proses Pilkada hanya menguntungkan segelintir pihak. "Cara itu cuma untuk mendulang suara agar elektabilitas meningkat," katanya.

Syarifuddin juga menegaskan, warga Muara Angke mendukung kelanjutan proyek reklamasi asal diikutsertakan dalam setiap pembahasannya. Hal itu diyakini karena reklamasi akan turut meningkatkan kesejahteraan dengan terbukanya lapangan pekerjaan.

"Kami tidak mempersoalkan reklamasi sepanjang tidak ada penggusuran," tandasnya.

Menurutnya, para nelaya di wilayah tersebut justru berharap berbagai proyek reklamasi akan menjadi pusat bisnis baru yang mampu menopang kehidupan keluarga mereka.

Ia juga mendesak agar sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tak ikut campur mempolitisasi reklamasi, karena hal itu justru akan memecah masyarakat di tingkat bawah. Selain itu, kata Syarifuddin, sejauh ini, sejumlah LSM hanya melibatkan nelayan pendatang yang sesungguhnya tidak berkepentingan terhadap Teluk Jakarta.

Reklamasi juga dinilai tidak berhubungan dengan penurunan tangkapan ikan karena sejak lama nelayan sebenarnya sudah sulit mencari ikan di Teluk Jakarta akibat parahnya pencemaran.

Menurut sejumlah nelayan Muara Angke, saat ini reklamasi yang sudah hampir jadi dan dibangun tower-tower adalah Pulau C dan D. Sementara pulau lain, di luar Pelabuhan Baru Tanjung Priok (New Priok), belum ada bangunan.

Sebelumnya, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia DKI Jakarta Yan Winata Sasmita, menyatakan dapat menerima penjelasan oleh pengembang dan pemerintah mengenai reklamasi. "Mari kita awasi bersama," tegasnya.

Sampai saat ini belum ada data terbaru jumlah nelayan di Jakarta Utara. Data resmi terakhir adalah sampai 2013. Jumlah nelayan di seluruh Jakarta tercatat 27.753 jiwa.
Sebanyak 17.745 jiwa atau 63,9 persen merupakan nelayan pendatang pekerja.

Adapun nelayan penetap pemilik dan penetap pekerja masing-masing 3.071 jiwa (11,1 persen) dan 6.937 jiwa (25 persen).

Mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) dan Direktur Greenpeace Asia Tenggara Emmy Hafild, sebelumnya menyebut reklamasi akan menjadi solusi bagi lingkungan Teluk Jakarta yang sudah rusak.

"Reklamasi adalah bentuk adaptasi terhadap kondisi Teluk Jakarta," terangnya.

Dia menambahkan pemerintah bahkan semestinya mempercepat reklamasi 17 pulau yang dibarengi pembangunan Tanggul Tahap A dalam proyek Pengembangan Terpadu Kawasan Pesisir Ibukota (NCICD).

Langkah itu diperlukan agar masyarakat dan Ibukota Jakarta selamat dari ancaman banjir rob yang melanda setiap masa laut pasang di bulan purnama.

#Reklamasi Teluk Jakarta #Pilkada DKI Jakarta 2017 #Walhi
Bagikan
Ditulis Oleh

Widi Hatmoko

Menjadi “sesuatu” itu tidak pernah ditentukan dari apa yang Kita sandang saat ini, tetapi diputuskan oleh seberapa banyak Kita berbuat untuk diri Kita dan orang-orang di sekitar Kita.
Bagikan