Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Bukti Pemerintah Jokowi tak Punya Sense of Crisis

Andika PratamaAndika Pratama - Kamis, 14 Mei 2020
Naikkan Iuran BPJS Kesehatan Bukti Pemerintah Jokowi tak Punya Sense of Crisis
Logo BPJS Kesehatan (Foto: antaranews)

MerahPutih.com - Anggota Komisi IX DPR Anas Thahir mengkritik kebijakan pemerintah menaikan iuran BPJS ditengah kesulitan rakyat ketika pandemi COVID-19.

Menurut Anas, kebijakan pemerintah yang diteken Presiden Joko Widodo meski pernah ditolak Mahkamah Agung itu sulit diterima akal sehat.

Baca Juga

Gerindra Anggap Pemerintah Peras Rakyat Lewat Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

"Menaikkan kembali iuran BPJS yang sudah dibatalkan kenaikannya oleh Mahkamah Agung membuktikan pemerintah kurang mempunyai sense of crisis," kata Anas dalam keteranganya, Kamis (14/5).

"Masyarakat saat ini tengah mengalami banyak kesulitan karena pandemi COVID-19, sehingga kebijakan pemerintah itu dipastikan akan menambah beban masyarakat," tambah Anas.

Ia menyebut, kebijakan ini juga bertolakbelakang dengan semangat dan kegembiraan masyarakat yang baru tumbuh seiring dengan keluarnya putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran BPJS.

Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)

Tentu saja, semangat itu akan pupus kembali dan berubah menjadi keprihatinan mendalam di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Apalagi sampai meningkatnya jumlah pengangguran akibat kebijakan PSBB yang di berlakukan di berbagai daerah di Indonesia," imbuh Politikus PPP ini.

Anas meyakini, kenaikan iuran BPJS di tengah kondisi sulit seperti ini akan berpotensi membuat masyarakat kesulitan membayar iuran dan semakin banyak masyarakat yang menunggak iuran.

"Seharusnya, pemerintah mencari solusi lain mensiasati defisit BPJS, baik dengan melakukan efisiensi, atau strategi lainnya yang tidak membebani masyarakat yang sedang kesusahan," jelas Anas.

Ia meminta agar kenaikan iuran BPJS itu tidak perlu dilakukan, karena masyarakat juga bisa kembali menggugatnya dan berpeluang dikabulkan oleh pengadilan.

"Jika hal ini yang terjadi, maka pemerintah akan dipermalukan, baik secara politik maupun secara hukum," tutup Anas.

Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Kenaikan ini tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Baca Juga

Lawan Putusan MA, Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dinilai Preseden Buruk bagi Hukum

Beleid tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (5/5). Kenaikan iuran bagi peserta mandiri segmen pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) diatur dalam Pasal 34.

Berikut rinciannya:

Iuran peserta mandiri kelas I naik menjadi Rp 150.000, dari saat ini Rp 80.000.

Iuran peserta mandiri kelas II meningkat menjadi Rp 100.000, dari saat ini sebesar Rp 51.000.

Iuran peserta mandiri kelas III juga naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta adalah Rp 35.000.

Sebenarnya, pada akhir tahun lalu, Jokowi juga sempat menaikkan tarif iuran BPJS kesehatan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, Mahkamah Agung membatalkan kenaikan tersebut. (Knu)

#BPJS Kesehatan
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan