"TIDAK peduli dari budaya mana kita berasal, semua orang menyukai musik," demikian kata Billy Joel. Mendengarkan dan memahami musik dari budaya tertentu berarti memahami jiwa budaya itu.
Musik adalah sumber kenyamanan, kegembiraan, dan inspirasi dalam kehidupan kebanyakan orang. Jarang ada orang yang membenci musik. Meskipun mungkin ada perdebatan besar tentang apa yang dimaksud dengan musik yang 'baik', kenyataannya musik itu unik dalam universalitasnya.
Baca Juga:

Musik memiliki kemampuan untuk mengatasi hambatan seperti jarak, ras, status sosial ekonomi, usia dan agama. Darcy Ataman, produser musik Kanada dan CEO Song for Africa, sebuah organisasi nirlaba yang menggunakan kekuatan musik untuk mempromosikan pemahaman dan perubahan di Afrika dan Kanada menjelaskan kekuatan musik,
"Musik terbaik, menurut saya, berfungsi sebagai tongkat penunjuk kebenaran dan kesetaraan. Begitu sebuah lagu menjadi metafora dalam kehidupan seseorang, semua gagasan tentang kelas atau strata sosial dari mana lagu itu berasal menghilang," katanya.
Kekuatan musik bukanlah konsep baru. Kamu dapat kembali pada masa Woodstock, di mana lagu-lagu protes menyatukan anak muda dari seluruh bangsa. Demikian pula di Afrika Selatan mereka yang berperang melawan Apartheid sering bersatu di jalan-jalan dalam nyanyian serta tarian Toyi Toyi.
Bahkan mereka yang berkuasa telah mengakui pengaruh musik terhadap orang, pada tahun 1985 Tipper Gore berhadapan langsung dengan musisi Dee Snider dari Twisted Sister, Jello Biafra dari Dead Kennedys, John Denver, Joey Ramone dan Frank Zappa. Tipper menginginkan label peringatan yang dilampirkan pada album-album ini, sebagai sinyal kepada orangtua bahwa musik yang ada di dalamnya tidak pantas untuk anak-anak mereka.
Baca Juga:
Memilih Gitar yang Tepat Bagi Pemula, Pentingkan Kualitas Suara
Jembatan ke dunia baru

Musik tampaknya diposisikan secara unik untuk membangun jembatan ke dunia yang sebagian besar tidak diketahui. Namun, istilah musik 'dunia' sering membuat orang ngeri, karena mereka tampaknya mengasosiasikan musik 'dunia' dengan musik 'tradisional' yang tidak terlalu dikenal.
Banyak orang yang lebih memilih memasang headphone mereka dan meredam suara yang yang tidak terlalu dikenal dengan lagu Billie Eilish atau Harry Styles. Mereka tidak salah. Saat ada beberapa orang yang memilih untuk duduk dan mendengarkan musik barok abad ke-18 dan bukan pergi nongkrong di kafe atau pub. Namun, mengapa mereka tidak ingin mendengarkan musik lain yang semacam itu, hanya karena berasal dari budaya yang berbeda?
Ada musisi hebat yang datang dari benua Afrika; Gang of Instrumentals sebuah grup R&B dari Afrika Selatan memiliki bakat untuk menjadi The Next Fugees. Di Rwanda, Rafiki dapat melagukan lirik lebih cepat daripada Jay-Z. Namun mereka belum mampu membobol kancah musik di luar negeri sendiri.
Kisah serupa dapat ditemukan di seluruh dunia. Dominasi musik dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa termasuk Jerman, Inggris dan Belanda menjadi inti dari perdagangan musik di seluruh dunia. Sebuah studi tentang aliran musik di seluruh dunia menunjukkan bahwa negara-negara dengan status ekonomi yang lebih tinggi dan perkembangan yang lebih besar adalah pengekspor musik, sedangkan negara-negara yang terbelakang adalah pengimpor musik (Moon, Barnett & Lim, 2010).
Jika musik dapat bertindak sebagai penunjuk kiblat budaya, mungkin musik juga dapat bertindak sebagai jembatan antar budaya. Sulit untuk melihat seseorang yang benar-benar berbeda dengan dirimu sendiri ketikan kamu berdua melakukan head bopping dan hip swing pada musik yang sama.
Jika kamu dapat membuka batasan-batasan komersil dengan musik modern yang keluar dari negara-negara kurang berkembang, mungkin kamu dapat mulai memahami budaya mereka sedikit demi sedikit. Siapa tahu, musik bisa menjadi langkah pertama untuk mematahkan ilusi 'kami' dan 'mereka'. (aru)
Baca Juga: