Pilkada Serentak

Mulus Anak dan Mantu Jokowi Borong Dukungan Parpol

Andika PratamaAndika Pratama - Rabu, 19 Agustus 2020
Mulus Anak dan Mantu Jokowi Borong Dukungan Parpol
Bakal cawali di Pilwakot Solo, Gibran Rakabuming Raka blusukan di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah, Senin (23/12). (MP/Ismail)

MerahPutih.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) resmi merekomendasikan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution, anak serta menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebagai bakal calon kepala daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020. Pengusungan nama keduanya dilakukan melalui dua gelombang berbeda.

Gibran terlebih dulu diusung PDIP menjadi bakal calon wali kota Solo berpasangan dengan Teguh Prakosa pada 17 Juli 2020 lalu. Ia menggeser Wakil Wali Kota Solo Achmad Purnomo yang semula diusung Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Kota Solo.

Baca Juga

Bakal Hadapi Pasangan Bajo, Gibran: Sampai Jumpa 9 Desember, Kita Bertarung Bersama

Sedikitnya, terdapat lima partai yang telah menyatakan dukungan terhadap pasangan Gibran dan Teguh. Selain PDIP yang menguasai 30 dari total 45 kursi DPRD Kota Solo, Partai Golkar, Gerindra, dan PAN dengan masing-masing memiliki tiga kursi juga telah menyatakan dukungan mereka.

Begitu pula PSI yang memiliki jatah satu kursi di DPRD Solo turut menyatakan dukungan terhadap Gibran. Sementara satu partai lain, yakni PKS yang mengantongi lima kursi DPRD Solo dan menjadi oposisi PDIP di pemerintahan pusat, hingga kini belum menyatakan sikap terkait pencalonan Gibran dan Teguh.

Sementara Bobby Nasution direkomendasikan PDIP untuk maju dalam kontestasi bakal calon wali kota Medan pada 11 Agustus 2020. Ia dipasangkan bersama kader Partai Gerindra Aulia Rahman. Selain PDIP dan Gerindra, Partai Golkar baru-baru ini telah menyatakan dukungan terhadap Bobby.

Bakal cawali Gibran Rakabuming Raka yang diusung PDIP. (MP/Ismail)
Bakal cawali Gibran Rakabuming Raka yang diusung PDIP. (MP/Ismail)

Sama halnya dengan Gibran, pencalonan Bobby turut diwarnai dengan penggeseran bakal calon lain di internal partai. Ia menggeser Pelaksana Tugas Wali Kota Medan Akhyar Nasution.

Mulusnya langkah anak dan menantu presiden dalam kontestasi Pilkada itu diduga lantaran terdapat nama Jokowi di balik mereka. Dugaan praktik dinasti politik pun menyeruak. Jokowi dianggap tengah membangun suatu dinasti politik.

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini, sejatinya politik dinasti atau kekerabatan bukan suatu hal yang dilarang. Pasalnya, setiap orang memiliki kesetaraan dalam berdemokrasi, terlepas dari latar belakangnya. Baik memiliki hubungan kekerabatan dengan penguasa saat ini, maupun tidak.

Ia menyatakan, justru yang mesti dicegah yakni dampak buruk dari politik dinasti. Yaitu adanya celah perekrutan yang cenderung tertutup dan minim partisipasi dari anggota dan pengurus partai politik, maupun publik.

Atas hal itu, menurutnya, politik dinasti kerap dianggap menjadi hal kontroversial dan problematok dalam berdemokrasi, meski diakui oleh konstitusi.

"Ada limitasi akses warga negara pada posisi-posisi publik melalui konstestasi pemilu," kata Titi dalam diskusi virtual bertajuk Pilkada, Antara Dinasti dan Calon Tunggal, Selasa (4/8).

Tak hanya itu, Titi menambahkan, perekrutan yang dilaksanakan secara tertutup itu juga memunculkan keraguan terhadap kapasitas dan kompetensi para calon menyangkut kepemimpinan. Selain itu pula, muncul kecenderungan adanya praktik korupsi yang melibatkan para calon.

"Jadi praktik dinasti di partai dilanjutkan dengan pilkada. Biasanya berkaitan dengan penguasaan modal, lalu dia juga menguasai struktur partai dan akhirnya menentukan rekrutmen politik. Itu semua diatur oleh keluarga politik," ucap Titi.

Atas hal itu, Titi menekankan, penyelenggara pilkada harus memastikan proses pemilihan kepala daerah bisa berjalan secara demokratis terhadap para calon terlepas dari latar belakang politiknya.

Guna mencegah potensi politik dinasti, Nagara Institute mengeluarkan rekomendasi yang ditujukan kepada para pimpinan parpol. Rekomendasi itu juga ditembuskan kepada presiden, ketua MPR, DPR dan DPD dan para pimpinan lembaga tinggi negara lainnya, serta lembaga penegak hukum seperti Jaksa Agung, Polri dan KPK.

Rekomendasi tersebut berisi tiga hal. Pertama, agar parpol hanya mencalonkan kader internal yang sekurang-kurangnya telah berproses dalam parrai selama lima tahun, dan atau pernah ditugaskan memperjuangkan ideologi partai dan menutup pintu bagi kandidat non-kader.

“Ini sebagai bentuk kedisiplinan pada pengelolaan partai politik yang berbasiskan kader,” ujar Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal dalam keterangan tertulisnya, Selasa (28/7).

Kedua, meski berstatus sebagai kader, juga harus memenuhi kriteria seperti integritas, kapasitas, dan kapabilitas politik. Termasuk integritas hukum dalam cluster integritas politik. Terakhir, parpol tidak mengusung kandidat jika tidak tersedianya sumber daya di internal, meski memiliki hak dan kesempatan mengusung.

"Rekomendasi dari Nagara Institute ini demi menyelamatkan demokrasi kita sekaligus mengembalikan kehormatan partai politik sendiri," tutup Akbar Faizal.

Terkait hal itu, Gibran membantah pencalonan dirinya sebagai bakal calon wali kota Solo sebagai bentuk politik dinasti. Ia menyatakan, keikutsertaannya dalam pilkada merupakan sebuah kontestasi yang bisa saja mengalami kekalahan.

"Ini kan kontestasi bukan penunjukan. Jadi, yang namanya dinasti politik, di mana dinasti politiknya? Saya juga bingung kalau orang-orang bertanya seperti itu," kata Gibran dalam diskusi 'Calon Kepala Daerah Muda Bicara Politik Dedikasi, Motivasi, hingga Respons Politik Dinasti' secara daring, Jumat (24/7).

Ia menuturkan, masyarakat Solo telah mahfum soal politik dinasti. Kendatk demikian, kata dia, masyarakat Solo masih menerimanya secara terbuka meski diterpa isu politik dinasti. "Kalau yang masih meributkan dinasti politik itu dari orang dan itu kita tahu orang-orangnya siapa yang diributkan itu-itu saja," tutur Gibran.

Sementara itu, Bobby menepis adanya politik dinasti di balik pencalonannya sebagai wali kota Medan. Ia mengaku tidak mendapat keistimewaan sebagai menantu Jokowi dan telah mengikuti segala tahap seleksi pencalonan sebagai syarat yang diwajibkan oleh PDIP terhadap bakal calon kepala daerah.

"Jadi tahapan itu saya lakukan memang suatu kewajiban dan sudah ditetapkan dari PDIP," kata Bobby, Selasa (11/8).

Ia menyatakan, DPP PDIP tak pernah memandang siapa sosok di belakang para kandidat dalam memilih bakal calon kepala daerah. Dikatakannya, setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk dipilih dalam kontestasi demokrasi.

"Kalau (politik) dinasti saya rasa, kami sebagai warga negara Indonesia berhak ikut karena kami pun punya hak pilih dan dipilih. Jadi, saya rasa itu suatu kewajaran bagi saya untuk Kota Medan ingin membangun Kota Medan," tutur Bobby.

Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi saat mendapat rekomendasi PDIP untuk maju dalam Pilkada Medan 2020. (Ist/PDIP)
Bobby Nasution, menantu Presiden Jokowi saat mendapat rekomendasi PDIP untuk maju dalam Pilkada Medan 2020. (Ist/PDIP)

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan, keputusan partai moncong putih untuk mengusung Gibran dan Teguh telah melalui pertimbangan yang matang. Menurutnya, pasangan bakal calon Pilwalkot Solo itu cocok dan dapat bekerja dengan baik.

"Pendamping Mas Gibran namanya Teguh Prakoso, itu kan kokoh, Prakoso itu kuat. Keduanya saling memperkuat untuk kepentingan rakyat. Jadi sudah diputuskan melalui pertimbangan yang cukup lama Mas Gibran dan Teguh Prakosa," kata Hasto.

Sedangkan, Hasto menilai, Bobby merupakan kader yang telah mempersiapkan diri dengan baik. Diungkapkannya, suami Kahiyang Ayu itu telah belajar dengan sungguh-sungguh menjadi kepala daerah. Bahkan belajar langsung dengan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.

Baca Juga

Sah Demokrat Usung Biden Lawan Trump, Duetnya Cawapres Pertama Keturunan Hindia

Selain itu, keputusan untuk menunjuk Aulia Rachman sebagai pasangan Bobby diungkapkan Hasto lantaran kader Gerindra itu telah memiliki pengalaman. Aulia sendiri berstatus sebagai anggota DPRD Kota Medan.

"Aulia Rahman adalah sosok muda, punya pengalaman sebagai anggota DPRD di Kota Medan sehingga juga sangat memahami bagaimana kehendak dan aspirasi masyarakat Kota Medan," tutur Hasto. (Pon)

#Bobby Nasution #Gibran Rakabuming #Pilkada Solo
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan