Mudik Dilarang tapi Tempat Wisata Dibuka, Pemerintah Diminta Adil
MerahPutih.com - Keputusan pemerintah melarang aktivitas mudik pada tanggal 6 – 17 Mei 2021 dengan alasan menekan laju penularan virus COVID-19 tidak hanya mendapat dukungan, tapi juga menuai penolakan dari sebagian masyarakat.
Keputusan pemerintah melarang mudik dianggap kebijakan diskriminatif karena di sisi lain pemerintah terkesan membiarkan kerumunan di tempat wisata hingga sentra ekonomi.
Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Bintang Wahyu Saputra menilai, keputusan pemerintah melarang mudik untuk mencegah penularan COVID-19 bisa diterima. Meskipun, larangan mudik bukan kebijakan popular dan melawan tradisi masyarakat Indonesia selama puluhan tahun.
Baca Juga:
Makanya, lanjut Bintang, tidak heran ada sebagian masyarakat menolak keputusan ini.
“Akhirnya jadi pusat kerumunan baru dan berlangsung berhari-hari,” ujar Bintang kepada Merahputih.com, Sabtu (8/5).
Menurut Bintang, demi rasa keadilan atas masyarakat yang tidak bisa mudik karena alasan kesehatan dan mencegah penularan COVID-19 di masyarakat, pemerintah harus menutup tempat yang menimbulkan kerumunan baru dan berpotensi menjadi kluster baru penularan.
“Kita dilarang mudik tapi boleh berkerumun di tempat hiburan dan wisata. Apa corona bisa pilih-pilih tempat penularan?” jelas Bintang.
Misalnya di Jakarta, lanjut Bintang, Gubernur Anies Baswedan harus segera membuat keputusan tegas menutup tempat yang bisa "memancing" orang berkerumun demi menjaga penularan virus COVID-19.
Baca Juga:
Apalagi, Jakarta masih menempati tiga besar kota dengan jumlah suspect dan kasus positif tertinggi di Indonesia.
“Kalau tidak, kami curiga ada pihak lain yang mendapat keuntungan dari kebijakan aneh melarang mudik tapi tempat umum seperti wisata dan perbelanjaan boleh buka,” ucap Bintang. (Knu)
Baca Juga:
Buntut Larangan Mudik, Jumlah Penumpang Angkutan Umum Anjlok