MPR Tegaskan Amandemen UUD Tak Boleh untuk Kepentingan Politik Jangka Pendek

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Selasa, 07 September 2021
MPR Tegaskan Amandemen UUD Tak Boleh untuk Kepentingan Politik Jangka Pendek
Wakil Ketua MPR, Arsul Sani (MP/Fadhli)

MerahPutih.com - Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diperlakukan sebagai ‘The Living Constitution’ atau konstitusi yang hidup. Artinya, konstitusi bisa dilakukan perubahan sesuai keperluan dan keinginan rakyat.

Wakil Ketua MPR, Arsul Sani mengatakan, saat ini sedang hangat wacana tentang perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amandemen UUD. Menurutnya, itu boleh-boleh saja jika rakyat menghendaki dan berdampak baik.

Baca Juga:

Fraksi Nasdem Tegaskan Usulan Amandemen UUD Bukan Dari Keinginan Rakyat

"Yang tidak boleh adalah, proses amandemen itu dilakukan dan digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek, apalagi kepentingan politik kelompok tertentu,” kata Arsul Sani dalam keterangannya, Selasa, (7/9).

MPR sangat berhati-hati dalam menyikapi wacana tersebut sejak pertama kali digulirkan melalui rekomendasi yang diterima MPR periode 2019-2024 dari MPR periode 2014-2019, yakni untuk melakukan pengkajian amandemen terbatas UUD terkait PPHN dengan payung hukum TAP MPR.

“Mengapa kami sangat hati-hati, sebab di MPR periode lalu ada dinamika soal PPHN ini yaitu, ada 7 Fraksi plus Kelompok DPD menyetujui PPHN dengan payung hukum TAP MPR dan ada 3 Fraksi menyetujui PPHN, namun dengan payung UU. MPR periode sekarangpun dan di di tengah masyarakat ada perbedaan pendapat soal ini,” ujarnya.

Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Arsul Sani. (Antaranews)
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Arsul Sani. (Antaranews)

Untuk informasi kepada masyarakat agar bisa lebih memahami terkait amandemen, Arsul Sani mengatakan, amandemen hanya bisa terwujud melalui aturan dan prosedur yang ditetapkan Pasal 37 UUD NRI Tahun 1945, salah satunya pada ayat (1) berbunyi ‘Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat’.

Baca Juga:

Soal Amandemen Konstitusi, Politisi Golkar Singgung Kudeta di Guinea

Pimpinan MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengaku sampai saat ini usulan tersebut belum ada di MPR. Menurut Arsul, jika PPHN memang baik untuk rakyat, mesti mendapat dukungan dari semua pihak.

"Arah ke sana sudah terlihat dengan banyak yang sepakat soal PPHN-nya. Tinggal bagaimana mencari jalan tengah untuk pembahasan payung hukumnya. Rakyat mesti bersabar sebab, saat ini negara dan kita semua sedang fokus mengatasi pandemi COVID-19,” pungkasnya. (Pon)

#NKRI
Bagikan
Bagikan