Pakar Tata Negara Tuntut Revisi UU Aturan MPR Lantik Presiden

Andika PratamaAndika Pratama - Senin, 21 Oktober 2019
Pakar Tata Negara Tuntut Revisi UU Aturan MPR Lantik Presiden
Presiden Jokowi dan Ketua MPR Bambang Soesatyo. Foto: MP/Rizki Fitrianto

MerahPutih.com - Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmi mendorong DPR segera melalukan revisi terhadap UU MD3, khususnya terkait nomenklatur pelantikan presiden menjadi sumpah atau janji jabatan presiden dan wakil presiden

Menurut Fahri, penggunaan nomenklatur pelantikan presiden-wapres masa jabatan periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 oleh MPR kurang tepat dan tidak sebangun dengan konstitusi. Karena, kata Fahri, istilah pelantikan tidak dikenal dalam pranata ketentuan pasal 9 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 hasil amandemen pertama, yang mana disebutkan bahwa Ayat (1).

Baca Juga

Wapres ke Jepang, Jokowi Penuhi Janji Umumkan Kabinet Bareng 'Abah' atau Ditunda?

"Sebelum memangku jabatannya, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan MPR atau DPR sebagai berikut. Dan selanjutnya Ayat (2). Jika MPR atau DPR tidak dapat mengadakan sidang, presiden dan wakil presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan MPR dengan disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung," ujar Fahri dalam keterangan persnya, Senin (21/10).

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo didampingi Wakil Presiden, KH. Ma'aruf Amin dan Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo meninggalkan gedung usai Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 di Gedung Paripurna, Komplek DPR/MPR Jakarta, Minggu, (20/10/2019). Merahputih.com
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo didampingi Wakil Presiden, KH. Ma'aruf Amin dan Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo meninggalkan gedung usai Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 di Gedung Paripurna, Komplek DPR/MPR Jakarta, Minggu, (20/10/2019). Merahputih.com

Menurut Fahri memang secara teknis Pembentuk undang-undang secara tidak cermat telah membuat konsep dan nomenklatur pelantikan presiden dan wakil presiden sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal 33, 34 dan 35 UU RI No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Jo. UU RI No. 42 Tahun 2014 Jo. UU RI No. 2 Tahun 2018 Jo. UU RI No. 13 Tahun 2019 Tentang Perubahan ketiga atas UU No. 17 Tahun 2014 Tentang MPR. DPR, DPD dan DPRD.

Baca Juga

Relawan Sudah 'Dibisiki' Jokowi Kepastian Gerindra Masuk Kabinet

Sebab, Fahri menambahkan, secara teoritik pasca amandemen UUD tahun 1945, bahwa mekanisme ketatanegaraan telah berubah, baik secara paradigmatik maupun konstitusional, kelembagaan MPR tidak lagi bersifat hirarkis.

Artinya, kata Fahri, kelembagaan MPR adalah setara atau sejajar dengan kelembagaan presiden, sehingga konsekwensi ketatanegaraannya adalah tidak tepat jika MPR melakukan tindakan melantik atau pelantikan presiden seperti waktu kita masih menganut paham supremasi MPR sebelum amandemen konstitusi.

"Tetapi yang sesungguhnya MPR hanyalah menyaksikan pengucapan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden sebagaimana telah ditentukan secara limitatif oleh konstitusi," tambah Fahri.

Dengan demikian, menurut Fahri, ke depan menjadi tugas konstitusional DPR untuk meninjau dan meluruskan konsep sumpah jabatan presiden ini dengan melakukan revisi atas ketentuan pasal 33 UU No.17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Baca Juga

Praktisi Sayangkan Jokowi Tak Pedulikan Isu Pemberantasan Korupsi

"Ini agar sejalan dan sebangun dengan spirit rumusan ketentuan pasal 9 ayat (1) dan (2) UUD NRI Tahun 1945, dan praktek ketatanegaraan kita menjadi liniear dengan sistem pemerintahan presidensial yang kita anut saat ini," kata Fahri.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin dilantik oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo. Pelantikan ini dihadiri ratusan pejabat baik dalam dan luar negeri. (Knu)

#Jokowi-Ma'ruf Amin
Bagikan
Ditulis Oleh

Andika Pratama

Bagikan