Pemilu 2019

MK Larang Kader Parpol Nyalon DPD, Tellie Gozelie: MK Keliru Maknai Frasa 'Pekerjaan Lain'

Eddy FloEddy Flo - Sabtu, 29 September 2018
MK Larang Kader Parpol Nyalon DPD, Tellie Gozelie: MK Keliru Maknai Frasa 'Pekerjaan Lain'
Anggota Komite 1 DPD RI Tellie Gozelie, SE (Foto: Ist)

MerahPutih.Com - Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 30/PUU-XVI/2018 menyatakan bahwa pengurus atau kader partai politik tidak boleh menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Putusan MK tersebut juga telah dijadikan aturan dalam PKPU oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), sehingga dampaknya setelah Pemilu 2019 anggota DPD tidak lagi diisi oleh pengurus atau kader partai politik. Selain itu, untuk Pemilu 2019, anggota DPD hanya terdiri adari unsur-unsur perorangan dan bukan anggota atau pengurus partai politik.

Menurut Tellie Gozelie, SE yang juga anggota DPD RI keputusan MK tersebut tidak berbeda dengan kondisi DPD saat ini yang sejak tahun 2009 dapat diisi unsur-unsur perorangan yang juga merupakan anggota/pengurus partai politik. Sebagai konsekuensi dari putusan MK Nomor 10/PUU-vi/2008 yang memperbolehkan anggota partai mengikuti pemilihan anggota DPD.

Anggota DPD RI Tellie Gozelie
Anggota DPD RI Tellie Gozelie (Foto: Ist)

Lebih lanjut, Anggota Komite 1 DPD RI ini menyatakan putusan MK dilatari permohonan atas penafsiran frasa 'pekerjaan lain' pada Pasal 182 Huruf I UU Pemilu Nomor 7/2017. Dari penafsiran atas 'pekerjaan lain' inilah kemudian muncul peraturan yang melarang anggota DPD menjadi pengurus partai politik.

Mahkamah Konstitusi (MK) memaknai 'pekerjaan lain' termasuk sebagai pengurus partai politik.

"Menurut saya pemaknaan ini sama sekali keliru. Sebab pengurus partai politik bukanlah pekerjaan sebagaimana lazimnya pekerjaan untuk memperoleh penghasilan. Fakta bahwa pekerjaan adalah untuk memperoleh penghasilan ini bagi saya diabaikan majelis," terang Tellie Gozelie dalam keterangan persnya kepada merahputih.com di Jakarta, Sabtu (29/9).

Pada poin lain dalam putusan MK juga memerintahkan KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu memasukan putusan tersebut sebagai norma atau aturan pencalonan DPD untuk Pemilu 2019. Atas dasar perintah MK itu, KPU menerbitkan aturan yang mengharuskan semua calon anggotaDPD pada Pemilu 2019 harus mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.

"Dalam hal ini KPU membuat aturan tanpa memperhatikan hal-hal yang bersifat pengecualian. Sebagaimana diketahui, bahwa terdapat calon anggota DPD yang juga berstatus sebagai Ketua Umum Partai Politik, seperti Oesman Sapta Odang. Aturan yang terbit ditengah berlangsungnya proses pencalonan tersebut sengaja telah memaksa Oesman Sapta kehilangan hak politiknya untuk dalam pencalonan DPD," papar Senator Bangka Belitung tersebut.

Menurutnya, dalam status sebagai Ketua Umum partai, hak politik Oesman Sapta tidak dapat dihilangkan begitu saja melalui sebuah surat pengunduran diri. Ada mekanisme partai yang harus dilalui.

Tellie Gozelie SE
Senator asal Bangka Belitung, Tellie Gozelie SE (Foto: Ist)

"Sekali lagi aturan ditetapkan dengan pengabaian pada fakta," tegas tokoh kelahiran Tanjungpandan, Bangka itu.

Tellie Gozelie menyesalkan bahwa dalam pendapat hukumnya yang tertuang dalam putusan Nomor 10/PUU-VI/2008 Mahkamah Konsitusi berpandangan bahwa DPD bukanlan vis a vis dengan DPR atau bukan semacam dua lembaga perwakilan yang berhadap-hadapan, seperti kongres dan House of Representative di Amerika Serikat, sehingga kekhawatiran akan ada double representative sebagaimana disuarakan banyak pihak sama sekali tidak beralasan.

"Bahwa seseorang menjadi pengurus atau anggota partai politik tidak akan serta mertia menghilangkan konsentrasi, kepedulian, fokus dan kemampuannya dalam memperjuangkan kepentingan daerahnya dalam bingkai pembangunan nasional," tandasnya.(*)

Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Kompetisi Liga 1 Boleh Dilanjutkan, Asal Kasus Haringga Dituntaskan

#Mahkamah Konstitusi #PKPU #DPD RI #Pemilu 2019
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan