Miliki Kerangkeng untuk Tahan Pekerja Sawit, Bupati Langkat Bisa Diseret ke Pengadilan

Zulfikar SyZulfikar Sy - Selasa, 25 Januari 2022
Miliki Kerangkeng untuk Tahan Pekerja Sawit, Bupati Langkat Bisa Diseret ke Pengadilan
Ilustrasi manusia dikerangkeng di dalam sel. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

MerahPutih.com - Praktik dugaan perbudakan di perkebunan kelapa sawit milik Bupati Langkat Sumatera Utara, Terbit Perangin-angin menuai kecaman pedas.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, tindakan ini adalah kasus yang sangat memprihatinkan.

"Tidak terbayang bahwa masih terdapat praktik perbudakan yang tidak manusiawi seperti ini, apalagi yang diduga sudah berlangsung selama bertahun-tahun," kata Usman dalam keterangannya, Selasa (25/1).

Baca Juga:

Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Dipastikan Ilegal

Usman menuturkan, aparat penegak hukum harus mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa semua orang yang terlibat dibawa ke pengadilan.

"Khususnya dalam persidangan yang memenuhi standar internasional tentang keadilan dan tidak berakhir dengan penerapan hukuman mati," jelas Usman.

Usman menambahkan, kasus ini juga harus memicu aparat berwenang untuk mengawasi lebih dekat industri perkebunan sawit yang rawan eksploitasi, baik terhadap pekerja, masyarakat adat, maupun lingkungan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu, pelaku melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO).

Menurut dia, selama ada proses perampasan kemerdekaan dalam hal ini berbentuk penampungan, ada cara-cara yang melawan hukum apalagi melibatkan kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan untuk tujuan eksploitatif, maka dapat dikategorikan sebagai bentuk tindak pidana perdagangan orang.

"Sehingga harus diusut oleh penyidik," kata Erasmus.

Erasmus menyebut, dalam Pasal 26 UU PTPPO bahwa persetujuan korban perdagangan orang tidak menghilangkan penuntutan tindak pidana perdagangan orang.

Tindak pidana jabatan juga dapat dijerat kepada pelaku, misalnya dalam Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, hal ini berkaitan dengan perampasan kemerdekaan yang dilakukan.

"Jelas dengan hal tidak dengan mudah menyatakan tidak ada pidana pada praktik ini," tutur Erasmus.

Baca Juga:

KPK Geledah Rumah Bupati Langkat

Atas praktik ini, maka keadilan dan pemulihan korban harus menjadi perhatian.

Penyidikan tindak pidana harus selalu dibarengi dengan upaya pemulihan korban.

Pelaku adalah pejabat dengan kuasa yang sumber daya begitu besar untuk melakukan penyimpangan, terhadap pelaku harus dibebankan pertanggungjawaban untuk pemulihan korban.

"Sita aset untuk ganti kerugian korban harus diupayakan," tutur Erasmus.

Untuk itu, ICJR menuntut agar Lembaga negara yang tergabung dalam Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) yang terdiri dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI, dan LPSK, dapat segera melakukan pemantauan dan pengawasan dalam pengusutan kasus ini.

"Investigasi independen harus dilakukan KuPP untuk meng-counter narasi yang seolah membenarkan praktik ini dari kepolisian," ungkap Erasmus.

Tak hanya itu, Presiden Joko Widodo juga harus mengevaluasi jajarannya apabila ada yang diduga terlibat atau mengetahui adanya praktik ini.

Kasus ini berawal saat Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin ditangkap atas dugaan korupsi dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK.

Pada 19 Januari, rumahnya digeledah oleh petugas KPK yang dibantu oleh anggota kepolisian.

Dalam penggeledahan tersebut ditemukan bangunan menyerupai kerangkeng atau penjara yang ditempati oleh setidaknya 27 orang.

Menurut Kapolda Sumut Irjen RZ Panca Putra Simanjuntak, Bupati Langkat mengaku bahwa bangunan tersebut digunakan sebagai “tempat rehabilitasi” untuk pengguna narkoba selama 10 tahun, namun bangunan tersebut tidak memiliki izin.

Pengguna narkoba tersebut juga bekerja di kebun kelapa sawit milik Bupati Langkat.

Sementara itu, menurut laporan yang diterima Migrant Care, kerangkeng tersebut diduga digunakan untuk praktik perbudakan modern.

Berdasarkan informasi yang diterima Migrant Care, para pekerja sawit yang dikerangkeng sering menjadi korban penyiksaan, tidak diberikan kebebasan bergerak, dan tidak menerima bayaran atas pekerjaan mereka.

Migrant Care melaporkan temuan-temuan ini ke Komnas HAM pada tanggal 24 Januari. (Knu)

Baca Juga:

Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat Kayak Zaman Belanda

#Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) #Amnesty Internasional #Perdagangan Orang
Bagikan
Bagikan