MerahPutih.com - Penguatan toleransi dan moderasi beragama harus menjadi prioritas yang terus digalakkan agar tidak lagi terjadi praktik intoleransi.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo menuturkan, penguatan tersebut dapat dilakukan dengan cara membuka musyawarah mufakat, mencari titik temu, dan memberikan pemahaman agama secara utuh.
Baca Juga
PB HMI: Kekerasan Seksual Bukan Perbuatan Yang Bisa Ditoleransi
Khususnya kepada masyarakat demi mewujudkan perdamaian antarsesama umat di negeri ini. Ini membantu seseorang untuk mencintai, menghargai, dan menerima perbedaan sebagai rahmat, termasuk memberikan pemahaman bahwa perbedaan keyakinan tidak membuat jarak.
"Justru mempersatukan untuk saling menghargai meskipun berbeda, “ kata rohaniwan agama Katolik ini di Jakarta, Sabtu (8/1).
Ia mengakui persoalan intoleransi kerap terjadi dalam lingkungan masyarakat majemuk karena dipengaruhi kurangnya pemahaman beragama seseorang yang tidak memaknai agama secara utuh.
“Intoleransi persoalan agama dari masing-masing individu yang memahami agama tidak secara utuh, tetapi harus dilihat bahwa ini adalah fakta yang terjadi di berbagai tempat di seluruh belahan dunia,” jelasnya.
Benny mengungkapkan keprihatinannya adanya praktik-praktik intoleransi yang salah satunya perenggutan hak untuk beribadah.
Lalu, pentingnya melakukan pencegahan tindak intoleransi dalam rangka mengembalikan karakter luhur bangsa yang hidup rukun berdampingan dalam bingkai toleransi.
“Perlu ditegakkan regulasi di mana hukum menjadi supremasi. Jadi kalau ada kasus intoleransi yang tidak sesuai dengan UUD 45 dan Pancasila itu harus diproses dan ditindak,” ujarnya.
Kedua, lanjutnya, penyelesaian melalui musyawarah mufakat, melalui dialog, saling pengertian, saling memahami, yang mendorong kesadaran untuk kembali menjadi saudara sebangsa dan setanah air.
“Dengan kesadaran tersebut, akan terbangun kehidupan yang guyub, rukun serta masyarakat dapat meluapkan aksi bela rasa yang lemah dan tersisih, termasuk menyadari nilai kemanusiaannya,” ungkap pria yang aktif di berbagai dialog antarumat beragama dan kajian-kajian lainnya di Indonesia ini.
Baca Juga
Buka Muktamar Ke-34 NU, Jokowi: Terima Kasih Sudah Kawal Toleransi dan NKRI
Alumni Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi (STFT) Widya Sasana Malang, Jawa Timur ini memandang pentingnya moderasi beragama sebagai jembatan nilai-nilai toleransi. Ia menyebut moderasi beragama sudah bukan hal baru bagi bangsa ini.
"Moderasi menjadi bagian ekspresi dari cara berbicara bangsa Indonesia untuk hidup berdampingan,” jelas salah satu pendiri Pergerakan Manusia Merdeka bersama (almarhum) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.
Benny menyampaikan perlunya program dan upaya yang simultan untuk memaksimalkan program pemerintah terkait moderasi beragama guna membangun budaya toleransi di tengah masyarakat.
Menurutnya, strategi percepatan moderasi beragama dapat dimulai dari lingkup pendidikan.
"Ini dimulai dari pendidikan keluarga yang mana kita mengenalkan bahwa perbedaan itu indah, dan dikenalkan bahwa Indonesia itu terdiri atas berbagai suku, ras, dan agama. Lalu juga melalui pendidikan di sekolah,” ujar Romo Benny.
Kedua, memaksimalkan potensi dunia digital, yang menurutnya, dapat dilakukan dengan cara memperbanyak konten moderasi dan praktik kehidupan beragama serta konten dalam konteks budaya dan Pancasila.
“Banyak praktik positif di berbagai daerah Indonesia yang bisa diangkat,” katanya.
Dia menyampaikan pentingnya dukungan dan peran para tokoh agama maupun tokoh masyarakat untuk ikut bergerak mendorong percepatan moderasi beragama di Indonesia untuk mewujudkan 2022 sebagai tahun toleransi dan moderasi beragama.
“Maka tokoh agama menjadi kekuatan besar untuk mempromosikan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari,” kata Romo Benny.
Benny berharap pada 2022 bisa menjadi awal baru sehingga nilai toleransi sebagai nilai kemanusiaan yang universal dapat tergugah.
“Sehingga kita dapat beragama sesuai jaminan konstitusi di mana semua orang berhak menjalankan agama, dan saya berharap pelarangan (beribadah) itu tidak terjadi lagi,” ujarnya. (Knu)
Baca Juga
BPIP sebut Tahun 2022 Momentum Perkuat Toleransi dan Kerukunan Umat Beragama