MerahPutih.com - Kasus dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) COVID-19 terus bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Sejumlah keterangan saksi terus didalami guna menguak kasus agar terang benderang.
Sejumlah kesaksian disebut kerap masih berubah-ubah. Tim kuasa hukum terdakwa mantan Mensos Juliari Peter Batubara yang dikomandoi Maqdir Ismail menyebut, seolah ada yang mau cuci tangan dalam kasus ini
Maqdir mengatakan, soal pernyataan saksi Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW) tentang adanya arahan dari menteri seolah sengaja membangun narasi menyesatkan. Sebab seolah-olah mantan menteri JPB adalah aktor utama dan bermain sendirian dalam kasus korupsi tersebut.
Baca Juga:
Kasus Bansos, Sekjen Kemensos Serahkan Sepeda Brompton ke KPK
"Kesan yang hendak ditampikan oleh AW dan MJS bahwa mereka melakukan tindakan menerima hadiah atau janji karena jalankan perintah menteri. Sepanjang yang saya ketahui, tidak ada arahan menteri untuk menerima hadiah dan janji, tetapi arahan menteri agar keduanya menjalankan tugas mereka secara baik sesuai dengan aturan," jelas Maqdir, Kamis (18/3).
Malah Maqdir menilai, pernyataan kedua saksi kuat dugaan ingin lari dari tanggung jawab hukum yang menjeratnya.
"Pernyataan adanya pengarahan menteri, menurut hemat saya sengaja disampaikan sebagai alibi agar mereka tidak dihukum atau kalau dihukum mendapat hukuman yang ringan," imbuh Maqdir.
Maqdir melanjutkan, berkenaan soal arahan menteri ini, tidak selayaknya dipertanyakan atau disampaikan dalam perkara terdakwa Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) dan Harry Van Sidabukke (HVS). Karena perkara dengan AIM dan HVS adalah karena mereka memberikan hadiah atau janji kepada AW dan MJS.

Hal yang perlu diketahui, AW selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kementerian Sosial Tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk Pengadaan Barang/Jasa Bantuan Sosial Sembako Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Begitu juga MJS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk Pengadaan Barang/Jasa Bantuan Sosial Sembako Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kementerian Sosial Tahun 2020 (bulan April-Oktober 2020).
Secara keseluruhan HVS memberikan uang adalah sebasar Rp1.280.000.000,00 (satu miliar dua ratus delapan puluh juta rupiah) kepada AW dan MJS. Sedangan AIM memberikan uang komitmen fee seluruhnya sebesar Rp1.950.000.000,00 (satu miliar sembilan ratus lima puluh juta rupiah) kepada AW dan MJS.
"Hal patut disesalkan bahwa dalam dakwaan AIM dan HVS, selalu disebut bahwa JPB menerima hadiah dari AIM dan HVS, tetapi tidak pernah dinyatakan dalam uraian surat dakwaan mengenai cara dan tempat JPB menerima hadiah dan janji. Tentu hal ini yang kami perdalam nanti dalam perkara dari klien kami JPB," jelas Maqdir.
Baca Juga:
KPK Dalami Aliran Uang Suap ke Juliari Batubara Lewat Vendor Bansos
Pernyataan Maqdir juga dikuatkan staf ahli Juliari, Kukuh Ari Wibowo. Dalam sidang dengan terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja, yang digelar pada Senin (15/3) lalu, Kukuh menyebut menteri tidak pernah memberikan arahan untuk menargetkan dana sebesar Rp35 miliar dari vendor.
Dia juga menyatakan tidak ada commitment fee sebesar Rp10.000 per paket, atau adanya pembagian klaster vendor untuk bansos. Dalam keterangannya, Kukuh juga menegaskan bahwa menteri tidak memiliki usaha penjualan beras.
"Tidak pernah, Pak. Tidak pernah," kata Kukuh.
Saat dikonfrontasi dengan kesaksian Kukuh tersebut, Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso, menyatakan tetap dengan kesaksian mereka. (Pon)
Baca Juga:
Saksi: Tidak Ada Arahan Menteri Soal Target Fee Vendor Bansos