BERTEPATAN Hari Pahlawan, 10 November 2017 lalu, Presiden Joko Widodo menyematkan nama "Nurtanio" untuk purwarupa pesawat N219 di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.
Nurtanio Pringgoadisuryo merupakan salah satu pemuda berandil besar dalam pembangunan industri pesawat terbang di Indonesia pada masa awal kemerdekaan. "Dengan mengucap Bismillahirahmanirahim saya resmikan pesawat N219 sebagai pesawat Nurtanio," kata Presiden Jokowi seperti dikutip dari Republika.
Tokoj kedirgantaraan Indonesia itu lahir pada Senin, 3 Desember 1923. Berkat jabatan ayahnya di pemerintahan Hindia Belanda, Nurtanio bisa mencecap pendidikan didirikan Eropa.
Saat masih di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO, setara SMP), minat Nurtanio terhadap pesawat terbang mulai tumbuh. Kemudian ia berlangganan majalah Vliegwereld, dan membuat pelbagai macam replika pesawat.
Melalui majalah berbahasa Belanda itu pula, Nurtanio kemudian bertemu dengan seorang pemuda dengan minta serupa dengannya, bernama Wiweko Soepono, pendiri dan pengurus Bandoengsche Jeugd Luchtvaart Club. Kedua pemuda itu pun kerap berdiskusi mengenai pesawat terbang.
Setamat MULO, Nurtanio melanjutkan sekolah Jepang, Kogyo Seammon Gakko. Di sekolah itu, ia mendirikan komunitas anak muda penggemar pesawat dengan nama Junior Aero Club. Dari klub itu pula, ia bertemu dengan adik kelasnya, RJ Salatun, yang memiliki minat sama.
Wawasan Nurtanio tentang pesawat terbang semakin luas. Ia terus berinovasi dengan mengembangkan pesawat besi pertama milik Indonesia bernama Sikumbang. Disusul Kunang-kunang, Belalang, dan Gelatik.
Ketika Indonesia merdeka, Nurtanio bergabung dengan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Nurtanio pun mulai membuat glidernya.
Pada tahun 1948, Nurtanio, bersama dua rekan kerjanya di Angkatan Udara, ditugaskan belajar di Far Eastern Air Transport Incorporated (FEATI).
Kegemarannya lambat laun membuahkan hasil. Nurtanio memperoleh bantuan dari Polandia sebesar US$ 1,5 juta. Dana tersebut ia gunakan untuk eksperimen Depot Penyelidikan, Percobaan, dan Pembuatan AURI. Tak lama kemudian, depot itu berubah menjadi Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP).
Impian Nurtanio
Berkeliling dunia dengan pesawat buatan sendiri merupakan salah satu impian Nurtanio. Karena itu, LAPIP merancang pesawat terbang dengan dasar Super Aero buatan Cekoslovakia, yang sudah rusak dan terbuang di Bandara Kemayoran.
"Jangan bilang-bilang orang-orang dahulu," kata Nurtanio kepada salah seorang stafnya seperti dikutip dari Intisari. "Pesawat ini nanti akan diberi nama Arev (Api Revolusi) dan dipakai untuk terbang keliling dunia. Penerbangnya saya dan Bob (Budiarto Iskak)."
Senin, 21 Maret 1966, untuk kesekian kalinya Nurtanio menguji coba Arev. Namun, nahas. Pesawat tersebut terbakar di udara dan jatuh di Kota Bandung. Nurtanio gugur karena impiannya.
Sehari sebelum peristiwa itu, Nurtanio sempat berkelakar bersama stafnya. Ia berpikir untuk piknik bersama. "Bagaimana kalau sekali-sekali kita mengadakan piknik dengan seluruh karyawan dan keluarganya? Semuanya bawa makanan masing-masing untuk kita makan bersama-sama."
Tak disangka, hal itu justru seperti pamitan Nurtanio kepada anak buahnya. Selama berminggu-minggu kesedihan menyelimuti karyawan LAPIP. Perangai baik serta prestasi Nurtanio menjadi pukulan berat para karyawan.
Betapa tidak, semasa bekerja Nurtanio begitu besar perhatiannya. Ia selalu mendorong para karyawan untuk terus belajar. Nurtanio juga dikenal sebagai sosok yang jujur; memeriksa dengan teliti pekerjaan pemborong dan tidak segan-segan memerintahkan untuk membongkar dan memperbaikinya.
Tak hanya kepada karyawannya saja. Nurtanio kerap melayani para pemuda yang memiliki minat terhadap pesawat terbang. Salah seorang tokoh nasional yang sempat 'berguru' terhadap Nurtanio ialah BJ Habibie, seorang pemuda yang pada saat itu masih belajar di Jerman.
Ia seorang kepala yang sudah ada di kantor sebelum pukul 07.00 pagi, dan pulang paling akhir. Sekali pun ia teman dekat dengan Marsma TNI Leo Wattimena yang terkesan keras, Nurtanio yang lemah lembut seperti single fighter yang tidak punya kawan selama memimpin LAPIP.
Nurtanio meninggalkan seorang istri dengan dua putra dan seorang putri. (*)