DI kalangan praktisi dan teoritisi hukum, nama Gregory Churchill sohor sebagai ahli hukum asal Amerika Serikat yang berkontribusi besar terhadap perbaikan tata hukum Indonesia. Kontribusi Greg, panggilan karib Gregory, menyentuh seluruh wilayah hukum seperti pengembangan praktik hukum ekonomi, reformasi peradilan, dan pendidikan serta bahasa hukum.
Di balik laku-lampahnya memperbaiki tata hukum Indonesia, Greg juga dikenal sebagai kolektor wayang. Koleksi wayang di rumahnya mencapai lebih dari 8.000 wayang dari seluruh Indonesia. Selain itu, dia juga mengumpulkan ratusan topeng dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Gref wafat pada 19 Februari 2022. Koleksi wayang Greg menjadi salah satu sumber daya hidup bagi pelestarian dan pengembangan wayang Indonesia. Untuk mengenang upaya Greg melestarikan wayang, Yayasan Lontar menggelar diskusi bertajuk "A Lasting Legacy: The Smiling Semar from America" di Salihara Arts Center, Jakarta, Minggu (4/12).
Diskusi menghadirkan beberapa pembicara. Antara lain Dolorosa Sinaga (Seniman, Aktivis Sosial), Sri Kusumawati (Kepala Unit Pengelola Museum Seni Pemerintah Provinsi DKI Jakarta), Mathew Isaac Cohen (Akademisi dan Pemerhati Wayang, University of Connecticut), dan moderator Farah Wardhani (Kurator, Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta).
Diskusi ini mengangkat berbagai isu. Dari mulai upaya pelestarian wayang yang berjalan menghadapi masalah-masalah yang terjadi hingga sampai sejauh mana upaya promosi wayang Indonesia ke dunia luar selama ini.
Baca juga:
Sebagai sebentuk teater, seni wayang muncul dalam banyak ragam di Indonesia. Meskipun sebagian besar ragam wayang muncul di Jawa, wayang-wayang jenis lain berkembang juga di Palembang, Bali, Sasak, Kalimantan Selatan dan daerah-daerah lainnya.
Pada 2003, UNESCO menetapkan wayang Indonesia sebagai sebuah Warisan Mahakarya Dunia yang Tak Ternilai dalam Seni Bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Usaha melestarikan wayang di Indonesia bukan hanya melalui pelatihan dalang dan penatahan wayang pada generasi muda di sejumlah tempat, tetapi juga dengan mengalihwahanakan wayang ke media-media seni lainnya, mulai dari film, sastra, komik hingga animasi.
Jika pelatihan dalang dan penatahan mencoba mempertahankan bentuk asli wayang, pada proses pengalihwahanaan kita berhadap munculnya kreativitas pada seniman media lain yang mencoba wayang sebagai tantangan kreativitas baru.
Upaya ini berjalan simultan dan akan mencapai hasil yang berbeda satu sama lain. Namun, yang tidak kalah penting adalah kehadiran ruang-ruang publik semacam museum, sebuah wadah bagi masyarakat untuk bisa mengakses kekayaan wayang Indonesia.
Baca juga:
Museum Wayang yang dikelola Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah berperan sebagaimana amanat yang ada. Upaya semacam itu ditopang pula oleh individu yang memiliki minat dan kecintaan pada wayang seperti Greg.
"“Saya mengenal Greg sejak tahun 1976 di Jakarta, dan sangat paham mengenai kecintaan Greg terhadap wayang dan kebudayaan Indonesia. Salah satu cita-cita Greg adalah ia sangat ingin koleksi-koleksi wayangnya dimasukkan ke dalam sebuah museum khusus wayang, yang dijaga dengan baik oleh pemerintah, serta dapat dilihat oleh masyarakat luas," kata John H. McGlynn, co-founder Yayasan Lontar dalam rilis yang diberikan kepada Merahputih.com.

Namun sayangnya, sampai Greg wafat, cita-cita itu belum terwujud meski berbagai jalan sudah dilakukan untuk mewujudkan keinginannya. "Lewat acara ini juga, saya ingin kembali mewujudkan cita-cita mulia Greg, sekaligus ingin melestarikan wayang dan benda-benda seni yang ada di Indonesia,” tambah John H. McGlynn.
Selain diskusi, acara mengenang Greg juga diisi dengan pemutaran film dokumenter berjudul Semar Mesem dari Amerika (The Smiling Semar from America). Film ini disutradarai oleh Eva Tobing dan disupervisi oleh John H. McGlynn.
Film dokumenter Semar Mesem dari Amerika (The Smiling Semar from America) berisi kenangan dan napak tilas terhadap karier Greg dan kecintaannya pada wayang Indonesia, dengan testimoni dari keluarganya di Amerika Serikat dan Indonesia.
"Greg mulai menggemari dunia wayang sewaktu di tingkat dua atau tiga SD di Kenmore, New York," kata Barbara, saudari Greg, bercerita tentang awal mula Greg jatuh cinta dengan wayang.
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyatakan bahwa kecintaan Greg pada Indonesia terwujud dalam koleksi ribuan wayangnya.
Sebagai tambahan rangkaian acara, digelar pula pertunjukan Wayang Golek Cepak dengan dalang Ki Warsad dari Indramayu, Jawa Barat. Wayang Golek Cepak yang dimainkan oleh Ki Warsad adalah salah satu jenis wayang golek yang masih bertahan di Indramayu di tengah gerusan hiburan modern yang lebih menarik perhatian anak-anak muda. (dru)
Baca juga: