Mengenang Eksotika Gunung Papandayan, Lokasi Favorit Pelancong Masa Kolonial

Yudi Anugrah NugrohoYudi Anugrah Nugroho - Selasa, 19 April 2022
Mengenang Eksotika Gunung Papandayan, Lokasi Favorit Pelancong Masa Kolonial
Pemandangan Gunung Papandayan, Garut. (Tropenmuseum)

GARUT mendadak sibuk. Para pejabat pemerintah dan militer Belanda sibuk mengatur protokoler. Sementara 21 koki khusus didatangkan langsung dari Batavia untuk menyuguhkan makanan untuk sang tamu agung.

Sang Putra Mahkota Tsar Rusia, tulis Bambang Hidayat “Ketika Calon Tsar Rusia Mampir ke Garut”, Pikiran Rakyat, 7 Juni 2016, memang tergila-gila dengan ragam fauna Gunung Papandayan dan rangkaian keserasian pegunungan di sekitar Garut.

Baca Juga:

Pariwisata Lombok Diprediksi Meningkat Setelah Gelaran MotoGP Mandalika

Nicholas Alexandrovich benar-benar menikmati pesonan Papandayan. Sekira 20 kilometer dari tempat menginap, sang tamu agung menikmati santapan istimewa berupa Sandwich Au Caviar (roti lapis dengan isian telur ikan), dan Puding A la Imperialle (puding raja) di bawah kawah Papandayan.

Keindahan Papandayan sebagai salah satu dari rangkaian pegunungan di Garut, secara khusus dijadikan destinasi wisata pada masa Hindia-Belanda.

Salah satu buku panduan perjalanan wisata terbitan Officieele Vereeniging voor Toeristen Verkeer (sebuah biro resmi pariwisata) secara khusus memunculkan keindahan Gunung Papandayan.

papandayan
Ilustrasi Gunung Papandayan masa silam. (Tropenmuseum)

Tak heran bila para biro perjalanan memasang tarif khusus kepada turis mancanegara. Hotel Papandajan, pada Illustrated Tourist Guide to Buitenzorg, the Preanger, and Central Java, mengadakan paket perjalan khusus menuju Kawah Papandayan untuk para turis mancanegara.

Sang turis harus menyiapkan kocek sebesar 5 gulden untuk tarif kereta kuda dari Hotel Papandajan menuju Tjisoeroepan dengan pemberhentian di Hotel Paulline. Uang jasa 0,50 gulden juga harus disiapkan untuk kusir.

Baca juga:

Pandemi Membuat Wisata Domestik Kian Dilirik

Dari Hotel Paulline, disediakan kuda tunggangan seharga 3,50 gulden dan uang jasa untuk tukang tuntun kuda sebesar 0,30 gulden, jasa porter 0,50 gulden, dan jasa pendamping wisata 0,75 menuju Kawah Papandayan.

Total, sang turis harus mengeluarkan dana sebesar 14,95 gulden untuk bisa mencapai Kawah Papandayan.

Kabar keindahan Gunung Papandayan pun sampai di telinga Robert Allan, asal New Zealand. Ia mengunjungi Garut pda tahun 1911 dan menulis catatan perjalanannya pada surat kabar New Zealand, Nelson Evening Mail bertajuk “Java and Its People” pada 15 September dan 3 Oktober 1911.

papandayan
Halaman depan Hotel Papandajan, Garut. (Foto: KITLV)

Robert Allan menuliskan pengalaman menaiki jalan terjal menuju Tjisoeroepan. Dia memulai perjalanan pada pukul 4 pagi menggunakan kereta ditarik empat kuda menjelajah jalan dengan ketinggian 4000 kaki.

Allan behenti di sebuah hotel sebagai tempat beristirahat sebelum pendakian. Jalan mendaki bisa digunakan dengan menunggang kuda atau berjalan kaki. Saat pendakian berakhir para turis akan bertemu Rotorua tepat di tengah kolam berlumpur panas.

Dengan diantar seorang juru pandu, menurut Allan, pengunjung bisa berjalan di antara kolam berlumpur panas dan pilar-pilar belerang. Setelah puas memandang Kawah Papandayan, Allan memutuskan untuk pulang pada tengah hari. (*)

Baca Juga:

Kolaborasi IMI dan Ancol Beach City Gairahkan Wisata Otomotif

#Wisata #Sejarah #April Tematik +62 Bicara Kangen
Bagikan
Bagikan