Kesehatan

Mengenali Gejala Badai Sitokin, Kondisi yang Dialami Deddy Corbuzier

Dwi AstariniDwi Astarini - Selasa, 24 Agustus 2021
Mengenali Gejala Badai Sitokin, Kondisi yang Dialami Deddy Corbuzier
Pasien muda COVID-19 rrentan mengalami badai sitokin.(Foto:Unsplash Sharon Mccutcheon

PENGAKUAN Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sunjoyo atau yang terkenal dengan nama Deddy Corbuzier mengangetkan Indonesia. Setelah siniar Deddy terhenti sejak 10 Agustus, banyak penggemar yang bertanya-tanya ke manakah gerangan sang ilusionist ini.

Tanya itu terjawab setelah Deddy mengungkap bahwa ia baru melalui terjangan badai sitokin. Tak hanya memaksanya absen dari dunia siniar selama dua minggu, kondisi itu juga hampir merenggut nyawanya.

Setelah mengunggah pengumuman cuti dan segala aktivitasnya di akun Instagram pribadinya, @mastercorbuzier, Deddy mengunggah aktivitas terkininya pada Minggu (22/8). Di dalam unggahan itu, ia membeberkan apa yang terjadi kepadanya selama dua minggu terakhir.

BACA JUGA:

Kriteria Olahraga Tepat untuk Tingkatkan Imunitas di kala Pandemi COVID-19

Ia mengaku kondisinya diawali gejala dengan paru-paru rusak 60 persen hanya dalam kurun dua hari. Deddy masih beruntung karena masih dalam batas standar oksigen sehat, yakni 97-99. Sejumlah dokter turun tangan merawat Deddy mengtasai masa kritis, salah satunya ialah Dr Gunawan SpPD.

Ayah dari Azkanio Nikola Corbuzier ini dinyatakan mengalami kondisi badai sitokin. Untungnya, ia terbantu dan bisa sembuh berkat pola hidupnya.

Kondisi yang dialami Deddy bukanlah hal baru. Sejumlah penyintas COVID-19 disebut mengalami kondisi serupa. Seperti dilansir Hellosehat, laporan kematian akibat COVID-19 pada pasien berusia 20 atau 30-an terhitung banyak. Para ilmuwan menduga penyebab kematian COVID-19 itu berkaitan dengan badai sitokin.

Sitokin merupakan salah satu bagian dari sistem kekebalan tubuh. Sitokin seharusnya berfungsi melindungi tubuh dari infeksi. Namun, pada kondisi yang salah, keberadaan sitokin justru dapat membahayakan jiwa.

Ketika COVID-19 memasuki tubuh, sel-sel darah putih akan merespons dengan memproduksi sitokin. Sitokin ini kemudian bergerak menuju jaringan yang terinfeksi dan yang berikatan dengan reseptor sel tersebut untuk memicu reaksi peradangan.

Sitokin bisa berikatan dengan sel darah putih lain atau bekerja sama dengan sitokin lain saat terjadi infeksi. Tujuannya tetap sama, yakni mengatur sistem kekebalan tubuh dalam membasmi patogen.

Saat terjadi peradangan, sel-sel darah putih akan bergerak menuju darah atau jaringan yang terinfeksi untuk melindunginya dari penyakit. Pada kasus COVID-19, sitokin bergerak menuju jaringan paru-paru untuk melindunginya dari serangan virus.

Peradangan pada tubuh sebenarnya berguna untuk membunuh patogen. Namun, reaksi itu dapat menimbulkan demam dan gejala lain COVID-19. Setelah beberapa waktu, barulah peradangan mereda dan sistem imun tubuh dapat melawan virus dengan sendirinya.

Dalam penjelasan singkatnya, seperti disebut Alodokter, badai sitokin terjadi ketika tubuh melepaskan terlalu banyak sitokin ke dalam darah pada jangka waktu yang sangat cepat. Kondisi itu membuat sel imun justru menyerang jaringan dan sel tubuh yang sehat, sehingga menyebabkan peradangan.

BACA JUGA:

Pandemi Lahirkan Tren Wisata Vaksinasi

Tak hanya itu, ketika berbagai sitokin mengirim sinyal berkelanjutan, sel-sel kekebalan menjadi tak terkendali. Akibatnya, kekuatan paru-paru pengidap mulai berkurang untuk mengalirkan udara. Hal itu membuat pasien sulit bernapas.

Sebagian besar penderita COVID-19 yang mengalami badai sitokin merasakan demam dan sesak napas sehingga membutuhkan alat batu napas atau ventilator. Kondisi itu biasanya terjadi sekitar 6–7 hari setelah gejala COVID-19 muncul.

Selain demam dan sesak napas, badai sitokin juga menyebabkan berbagai gejala, seperti:

  • Kedinginan atau menggigil
  • Kelelahan
  • Pembengkakan di tungkai
  • Mual dan muntah
  • Nyeri otot dan persendian
  • Sakit kepala
  • Ruam kulit
  • Batuk
  • Napas cepat
  • Kejang
  • Sulit mengendalikan gerakan
  • Kebingungan dan halusinasi
  • Tekanan darah sangat rendah
  • Penggumpalan darah


Tanpa penanganan yang tepat, badai sitokin bisa amat berbahaya dan mengancam nyawa. Para dokter akan melakukan pemantauan tanda vitals ecara intensif kepada pasien, memasang ventilator, memberikan cairan infus, memantau kadar elektrolit, hingga melakukan hemodialisis untuk menyelamatkan pasien.

Pada penderita COVID-19, badai sitokin dapat menyebabkan kerusakan organ yang bisa mengancam nyawa. Agar terhindar dari kondisi serius ini, kamu amat disarankan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan kapan saja dan di mana saja.

Bila kamu atau anggota keluarga mengalami gejala COVID-19, seperti batuk, demam, pilek, lemas, sesak napas, anosmia, atau gangguan pencernaan, segera lakukan isolasi mandiri dan hubungi hotline COVID-19 di 119 Ext. 9 untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut.(Bed)

BACA JUGA:

PPKM Buat Angka COVID-19 Menurun

#Kesehatan #COVID-19
Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.
Bagikan