Kesehatan

Mengenal Virus Marburg yang Mirip Ebola

Ikhsan Aryo DigdoIkhsan Aryo Digdo - Jumat, 13 Agustus 2021
Mengenal Virus Marburg yang Mirip Ebola
Virus Marburg disebut juga MVD. (Foto: Unsplash/Fusion Medical Animation)

COVID-19 bukan satu-satunya virus yang menyerang dunia sekarang ini. Penyakit Virus Marburg (MVD), yang kabarnya mirip virus ebola diberitakan terjadi di wilayah Afrika.

Laman UN News mengabarkan virus ini terdeteksi di prefektur Gueckedou di barat daya Guinea. Padahal kurang dari dua bulan lalu negara di Afrika barat ini baru bebas dari Virus Ebola yang membuat 12 warganya meninggal.

Baca juga:

Chinese Horshoes Bats, Kelelawar yang Diduga Penyebab Menyebarnya Virus Corona

Pasien pertama virus Marburg di Guinea meninggal pada 2 Agustus 2021 lalu. Ia menghembuskan napas terakhir setelah delapan hari timbul gejala. Desa tempat dia tinggal berada di dekat perbatasan dengan Sierra Leone dan Liberia.

Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO mengatakan Kementerian Kesehatan Guinea melaporkan kasus itu ke PBB pada Jumat pekan lalu. Lantas, apa itu virus Marburg?

Menurut laman resmi WHO, virus ini menyebabkan pasien mengalami kondisi seperti demam berdarah. Di hari pertama pasien akan mengalami demam tinggi, sakit kepala parah dan malaise (lelah) parah. Pasien pada umumnya juga bisa merasakan nyeri otot.

Pasien akan mengalami demam tinggi. (Foto: Unsplash/Winel Sutanto)

Di hari ketiga pasien akan mengalami diare berair yang parah, sakit perut dan kram, mual dan muntah. Diare bisa bertahan selama seminggu. Pada fase ini pasien juga mengalami mata cekung, wajah tanpa ekspresi, dan kelesuan yang ekstrem.

Banyak pasien mengalami manifestasi perdarahan yang parah antara hari kelima dan ketujuh. Kasus terburuknya, ada juga pasien mengalami beberapa bentuk perdarahan. Darah segar pada muntahan dan feses seringkali disertai dengan pendarahan dari hidung, gusi, dan vagina.

Baca juga:

Bill Gates: Pandemi Virus Corona akan Berakhir pada 2022

Karena demam tinggi, keterlibatan sistem saraf pusat dapat mengakibatkan pasien merasa kebingungan, lekas marah, dan agresi. Orkitis (peradangan pada salah satu atau kedua testis) kadang-kadang dilaporkan pada fase akhir penyakit atau di hari ke-15.

Virus menular karena kontak langsung. (Foto: Unsplash/Ninno JackJr)

Dalam kasus yang fatal, kematian paling sering terjadi antara delapan dan sembilan hari setelah timbulnya gejala. Biasanya didahului dengan kehilangan darah yang parah dan syok. Persentase kematian karena virus ini memang mencapai 88 persen.

Infeksi MVD pada manusia pertama kali terjadi akibat kontak dengan kelelawar Rousettus yang menghuni daratan Afrika. MVD menyebar melalui penularan dari manusia ke manusia karena kontak langsung.

Virus menyebar melalui kulit maupun selaput lendir. Begitu pula dengan darah, sektresi, organ, atau cairan tubuh orang yang terinfeksi virus. Permukaan dan bahan semisal tempat tidur dan pakaian yang sudah terkontaminasi virus ini juga bisa menjadi media penularan MVD. (ikh)

Baca juga:

Mengenal Mutasi Virus dan Penyebabnya

#Sains #Teknologi #Kesehatan #Virus #Virus Ebola
Bagikan
Ditulis Oleh

Ikhsan Aryo Digdo

Learner.
Bagikan