Kesehatan
Multitasking Buruk bagi Tubuh
BANYAK orang yang mengerjakan sejumlah pekerjaan atau aktivitas sekaligus dalam waktu bersamaan. Hal itu kita kenal dengan multitasking.
Multitasking dianggap memiliki berbagai keuntungan, salah satunya bisa mempercepat selesainya pekerjaan dan aktivitas lain dalam satu waktu.
Baca Juga:
Ibu rumah tangga kerap menerapkan prinsip multitasking dalam keseharian. Mereka bisa melakukan beberapa pekerjaan rumah dalam sekali waktu, seperti memasak sambil mencuri baju, menyapu, dan mengurus anak.
Secara sekilas, pekerjaan memang terasa lebih cepat selesai dalam waktu singkat. Di lain hal, multitasking rupanya memiliki dampak buruk bagi seseorang.
Menurut psikolog klinis Pritta Tyas Mangestuti, mereka khususnya para ibu yang memiliki kebiasaan multitasking bisa sangat menghabiskan energi sehingga bisa mengakibatkan kelelahan.
"Multitasking ini sangat menghabiskan energi, membuat kita kelelahan bahkan bisa menurunkan IQ kalau terlalu sering multitasking," ujar Pritta, dikutip ANTARA.
Namun, pada masa pandemi COVID-19 ini, para karyawan sebagian besar bekerja dari rumah. Para ibu yang bekerja tentunya perlu mengelola energi mereka.
Situasi seperti ini tentunya menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi, ibu bekerja perlu menemani anak mereka, di sisi lain dia harus bekerja.
Meski terbilang repot, menurut Pritta, para ibu sebaiknya berusaha tidak multitasking. Pritta menyarankan para ibu untuk mengatur waktu mereka dengan baik.
Sebagai contoh, pukul 07.00-07.30 untuk bermain bersama naak, kemudian setelah itu melakukan pekerjaan kantor, rumah tangga, dan pekerjaan lainnya.
Menurut berbagai studi, multitasking memiliki sejumlah dampak buruk. Sebuah studi pada 2008 oleh peneliti asal University of Utah, Amerika Serikat, mengungkapkan seseorang perlu waktu lebih lama untuk menyelesaikan dua tugas sekaligus daripada mengerjakan tugas tersebut secara terpisah.
Hal itu sama dengan mengemudi seraya mengobrol di ponsel yang sangat tidak disarankan. Aktivitas itu berisiko membuat pengemudi celaka. Selain itu, pengemudi juga membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di tujuan saat mengobrol di ponsel.
"Yang cenderung paling menghemat waktu ialah mengerjakan sesuatu secara berkelompok. Bayar tagihan kamu sekaligus, dan kirim e-mail sekaligus," tutur peneliti bernama Guy Winch, dikutip Health.
Baca Juga:
Kemudian, studi dari University of California Irvine menunjukkan ada hubungan antara stres dan multitasking.
Menurut peneliti, para pegawai yang tak memiliki akses ke e-mail kantor melakukan lebih sedikit multitasking dan tidak terlalu stres karena itu.
Sementara itu, pegawai yang memiliki akses ke e-mail kantor dan menerima aliran pesan tetap berada dalam mode waspada tinggi terus-menerus, dengan detak jantung yang lebih tinggi.
Multitasking berisiko membuat seseorang kehilangan sesuatu. Seperti halnya pada sutdi tahun 2009 dari Western Washington University. Studi tersebut menemukan 75 persen mahasiswa yang berjalan melewati alun-alun kampus sambil berbicara di ponsel tidak melihat badut mengendarai unicycle di dekatnya.
Peneliti menyebut itu merupakan kebutaan yang tidak disengaja. Menurut mereka, meski pembicara ponsel secara teknis melihat sekeliling, tidak ada yang terekam di otak mereka.
Selain itu, menurut penelitian dari University of Illinois di Chicago, multitasking membutuhkan banyak hal yang dikenal sebagai memori kerja. Saat memori kerja habis, kemampuan seseorang untuk berpikir kreatif bisa hilang.
Pada penelitian itu juga disebutkan, terlalu banyak fokus bisa merusak kinerja pada tugas pemecahan masalah yang kreatif. (Ryn)
Baca Juga: