Banyuwangi, Bumi Blambangan

Mengenal Lebih Dekat Bahasa Osing Banyuwangi

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Rabu, 12 September 2018
Mengenal Lebih Dekat Bahasa Osing Banyuwangi
Masyarakat Osing. (Sumber: kebanyuwangi.com)

"Lurah Basir balngkonan, blangkone ilang pucukek. Kadhung rikok sir ojok kongkonan. Wong kongkonan okeh luputek".

"Lurah basir memakai blangkon. Blangkonnya hilang pucuk. Jika kamu menaksir, jangan menyuruh orang. Orang suruhan banyak gagalnya".

Basanan Osing atau pantun khas masyarakat Osing Banyuwangi di atas merupakan bentuk nasehat kepada seseorang untuk menghindari comblang ketika ingin mendekati orang tercinta.

Masyarakat Osing, menurut Asrumi pada "Tradisi Asanan dan Mantra Santet Osing sebagai Wujud Kearifn Lokal dalam Meredakan Konflik", pada Sastra: Merajut Keberagaman, Mengukuhkan Kebangsaan, memiliki tradisi basanan berisi sindiran, nasihat, harapan, doa, pujian, permintaan maaf, dan penyataan cinta.

Bahasa Osing atau Using memang berbeda dengan bahasa Jawa Timur. Perbedaan bahasa Osing, menurut JW De Stoppelaar dalam Osing Kids and the Banners of Blambangan, terletak pada ucapan, kosakata, dan tingkat tutur atau unggah-ungguh basa.

"Dikatakan pula bahwa di desa-desa, khususnya desa-desa di pegunungan, penduduk tidak mengenal bahasa Kromo," tulisnya.

Sementara itu, menurut Pigeaud dalam Stukken Betreffende het Onderzoek in Blambangan, aksen masyarakat Banyuwangi dinamainya Blambangan Dialect lantaran berbeda dengan bahasa Jawa di bagian timur atau tengah.

Penggunaan bahasa Using memiliki gaya masing–masing. Intonasi dan penyampaiannya pun memiliki ciri khas tersendiri, seperti pada cara Osing dan Besiki.

Cara Osing biasa digunakan dalam keseharian dan tidak memiliki tingkat tutur bahasa, seperti pada bahasa Jawa, ngoko krama. Sedangkan cara Besiki sebaliknya. (*)

#Orang Osing #Banyuwangi, Bumi Blambangan
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.
Bagikan