Mengapa Dua Menteri 'Jagoan' Jokowi Tumbang di Dapil 'Neraka' Jabar VI?

Angga Yudha PratamaAngga Yudha Pratama - Minggu, 12 Mei 2019
Mengapa Dua Menteri 'Jagoan' Jokowi Tumbang di Dapil 'Neraka' Jabar VI?
Menag Lukman Hakim Saifuddin saat diperiksa KPK terkait kasus suap Romi (Foto: antaranews)

MerahPutih.com - Perebutan kursi di Dapil 'Neraka'. Jawa Barat VI berlangsung ketat. Dari 96 caleg dari 16 parpol yang bertarung, hanya enam kursi DPR RI yang diperebutkan di dapil ini.

Dari Hasil Pleno KPUD Kota Bekasi & Kota Depok, caleg yang berhasil menjadi anggota DPR RI Dapil Jabar 6 yaitu: Intan Fauzi (PAN), Mahfudz Abdurrahman (PKS), Nuroji (Gerindra), Nur Azizah (PKS), Sukur Nababan (PDIP) dan Wenny Haryanto (Golkar).

Saking sengitnya persaingan, sejumlah nama pesohor, baik tokoh politik maupun menteri Kabinet Indonesia Kerja serta selebritis gagal melaju ke Gedung Parlemen, Senayan.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (PPP) dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri (PKB) tak meraih suara signifikan. Selain Lukman dan Hanif, artis Fauzi Badila (Gerindra), Angle Karamoy (PDI Perjuangan), Lucky Hakim (Nasdem) dan Farhat Abas (PKB) juga gagal melenggang ke Senayan.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin sudah memprediksi banyaknya tokoh popular termasuk pejabat negera yang gagal melaju ke Senayan.

Hal ini, kata Ujang, harus menjadi warning bagi siapapun yang menjadi caleg, apakah pejabat Negara atau politisi agar turun ke masyarakat jauh hari sebelum pemilu.

“Kalau pak Hanif dan Pak Lukman gagal, tidak terlalu mengejutkan. Namanya perjuangan, bisa kalah dan bisa menang. Tetapi ini menjadi refleksi dan evaluasi bagi siapapun caleg nanti,” kata Ujang saat dihubungi, Minggu (12/5).

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin tiba untuk menjalani pemeriksaan di kantor KPK, Jakarta, Rabu (8/5) (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Artinya, lanjut Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) ini, bagi seorang caleg selevel pejabat Negara, jika tidak turun atau turun diujung pemilu maka resikonya tidak akan terpilih.

“Kedepan, siapapun yang jadi caleg, dia harus turun sejak awal agar dikenal masyarakat sehingga masyarakat merasakan jabatan yang mereka emban,” jelasnya.

Menurut Ujang, popularitas seorang caleg tidak menjamin elektabilitas para incumbent terpilih. “Selama caleg tidak turun, masyarakat tidak mengenal mereka walaupun incumbent,” ujarnya.

Ujang menilai, kegagalan Lukman dan Hanif karena pola kampenye mereka memakai cara lama. Keduanya beranggapan pileg 2019 sama dengan pileg 2014 lalu sehingga mereka turun kampanye diujung pemilu.

Menurutnya, permainan diujung inilah yang membuat mereka tidak terpilih. Padahal model pemilu 2019 ini sangat berbeda. Akhirnya yang lolos adalah caleg yang siap sekalipun mereka pendatang baru, namun menyiapkan diri jauh hari sebelum pemilu.

“Caleg yang kampanyenya di ujung atau menjelang pemilu, mereka ini tidak siap menghadapi pileg. Biasanya incumbent atau caleg baru yang lolos ke Senayan itu adalah mereka turun 3 tahun sebelumnya,” tuturnya.

Menaker Hanif Dhakiri
Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Ujang menjelaskan, pendekatan pribadi dan turun langsung ke masyarakat harus dilakukan. Karena dengan system pemilu yang tertutup, membuat pileg kalah pamor dibandingkan pilpres dari segi pemberitaan.

Akibatnya, masyarakat tidak banyak mengenal nama caleg. Karena tidak kenal maka mereka tidak memiliki refrensi sehingga banyak incumbent yang gugur. “Bisa jadi, caleg incumbent yang gagal ini tidak turun ke dapil sehingga masyarakatpun tidak pernah merasakan apa programnya,” ungkap dia.

Peraih Doktor Ilmu Politik dari Universitas Indonesia (UI) ini, menambahkan kalau saja Lukman dan Hanif punya investasi politik di Dapil maka keduanya pasti terpilih. “Namun dugaan saya, investasi politik dari dua pejabat Negara ini tidak ada. Hal ini membuat masyarakat tiidak memilih keduanya,” pungkasnya. (Pon)

#Menag Lukman Hakim Saifuddin #Menaker #Hanif Dhakiri
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Bagikan