SEJAK PSBB diumumkan oleh pemerintah, Janet (nama samaran), remaja berusia 22, sama sekali tidak pernah keluar dari rumah. Padahal orang-orang sudah pasrah dan keluar jalan-jalan walaupun pandemi belum membaik.
"Gue awalnya memang enggak pengen keluar. Karena gue responsible dong! Pikir deh pandemi bakal kelar dalam tiga bulan maksimal. Tahu-tahu ya gini," kata Janet. Ia mengatakan sudah mulai merasa pasrah dengan keadaan dunia sejak bulan lalu, tetapi keluarganya sampai sekarang masih paranoid.
Baca Juga:

Karena ia tinggal dengan keluarganya, terpaksalah harus mendengarkan aturan orang tuanya. Dia sama sekali tidak diizinkan keluar bahkan ke mini swalayan terdekat.
Ditambaah lagi dia memiliki kepribadian introvert dan lebih suka me-time di rumah. Alhasil Janet tidak merasa terbebani pada empat bulan pertama pandemi berlangsung. Terus terang dia mengatakan kalau dirinya adalah homebody dan hanya dengan menggambar sudah mampu menghibur diri sendiri di rumah.
Namun dia sampai pula pada titiknya. Dia mengaku mengalami stres berat. Stres keadaan tidak membaik, stres kuliah online, stres karena kangen dengan teman-temannya.
Tidak semua orang introvert itu ansos (antisosial). Banyak orang berpikir pandemi adalah berkat dari Tuhan buat para introverts. Tetapi keluar rumah bersosialisasi dengan sekelompok kecil teman atau bahkan sesepele nongkrong di kafe sendirian juga dibutuhkan oleh para introvert untuk menghibur diri sendiri.
Baca Juga:

Tidak diizinkan keluar rumah sama sekali, membuatnya terjebak dalam kejenuhan dan kegelisahan.
"Gue biarin stres itu mengalir, sampai hilang sendiri," ucap Janet. Teman-temannya yang mengetahui kebiasaannya ini selalu menasehatinya namun ia terlalu keras kepala untuk mendengarkannya.
Janet mengatakan bahwa banyak yang menyarankannya untuk menangis. Sayangnya dia memiliki pride yang tinggi. Bahkan dia mengatakan bahwa benci menangis karena merasa sangat lemah bila menangis.
"Nangis enggak nyelesain apa-apa. Buat apa buang waktu nangis," tegas Janet.
Walau dia merasa sangat stres dan ingin menangis, dia selalu menahan air matanya. Terus terang dia mengatakan tidak ingat kapan terakhir menangis.
Big Girls Don't Cry, lagu milik Fergie sepertinya moto hidup remaja ini. Toh, suatu hari dia tidak bisa menahan kekesalan, kegelisahan, dan kesedihannya. Harus disadari bahwa semua manusia memiliki perasaan dan tidak mungkin tidak menangis.
"Gue bener-bener nangis berjam-jam sampai besok paginya mata gue bengkak kayak abis kesengat lebah, no joke!" katanya tertawa malu. Membenci dirinya sendiri karena menangis, tetapi dia mengakui bahwa ia merasa 110% lebih baik setelah membiarkan air matanya mengalir.
Baca Juga:

Mengutip Healthline, menangis melepaskan oksitosin dan opioid endogen, atau dikenal sebagai endorfin. Ini dapat membuat kamu merasa nyaman dan dapat membantu meringankan rasa sakit fisik dan emosional.
Laman Insider menulis bahwa sebuah riset yang dipimpin oleh William Frey, peneliti di Ramsey Medical Center di Minneapolis, menemukan bahwa air mata refleks (reflex tears) adalah 98% air. Sementara air mata emosional mengandung hormon stres dan racun. Jadi, kalau kita menangis saat stres, kita secara efektif mendetoksifikasi tubuh kita dari zat yang terkumpul ini.
"Gue buang sifat sok kuat gue, nangis enggak berarti lemah. Mulai sekarang kalau emang butuh nangis gue bakal nangis, no more holding back," sumpah waras Janet. (lev)
Baca Juga: