MerahPutih.com - Jika masih hidup, Wiji Thukul saat ini berusia 57 tahun. Pada acara deklarasi berdirinya Partai Rakyat Demokratik (PRD), 22 Juli 1996 di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Wiji Thukul tampil membacakan puisi perlawanan bertema "Sajak Suara" dan "Peringatan".
Aksi fenomenal Wiji Thukul tersebut menjadi penampilan terakhirnya di depan publik. Sepekan kemudian Wiji Thukul menjadi buron dan hilang sejak 1998. Hingga kini pria yang lahir di Solo 26 Agustus 1963 itu terkenal sebagai penyair dan aktivis politik yang dihilangkan paksa oleh negara.
Baca Juga:
Pegiat Hak Asasi Manusia (HAM), Achmad Fanani Rosyidi mengatakan, kasus hilangnya Wiji Thukul sama halnya dengan penanganan dua belas orang lain yang hilang pada kisruh 1997 sampai 1998.
"Oleh Komnas HAM RI hasil penyelidikan terhadap kasus penghilangan paksa 13 orang menyimpulkan ada bukti permulaan pelanggaran HAM berat dalam kasus tersebut, berdasarkan UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM," kata Fanani kepada wartawan, Rabu (26/8).

Staf Advokasi HAM, Lembaga Studi Advokasi Masyarakat (ELSAM) ini mengingatkan, pada 2006 berkas penyelidikan kasus tersebut telah diserahkan ke Kejaaksaan Agung untuk diteruskan ke proses penyidikan. "Namun kasusnya berhenti di meja lembaga tersebut," imbuhnya.
Kemdudian, pada 22 Desember 2006, KHRI meminta DPR agar mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memobilisasi aparat penegak hukum termasuk Kejagung.
"Namun hasilnya tetap sama, negara dalam hal ini seakan tidak punya komitmen untuk menuntaskan kasus ini," ujarnya.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Harus Berani Tuntaskan Kasus Aktivis Hilang di Rezim Soeharto
Bahkan, kata Fanani, Presiden Joko Widodo (Jokowi), pada 2015, setahun setelah dilantik menjadi orang nomor satu di Indonesia, berjanji untuk menuntaskan kasus ini. Namun sayangnya hingga kini masih belum ada titik terang.
"Melihat dari pola yang ada selama ini, kasus pelanggaran HAM berat selalu mandeg di meja Kejagung dengan motif kurangnya bukti," ungkapnya.
Namun, menurut Fanani, Presiden Jokowi bisa mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) jika memang berkomitmen mengusut tuntas kasus ini.
"Sebenarnya beliau (Presiden Jokowi) memiliki wewenang untuk membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc dengan mengeluarkan Perppu," tutup Fanani. (Pon)
Baca Juga:
Adik Wiji Thukul Tagih Janji Jokowi Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM