“KAMI dikagetkan suara gemuruh air yang begitu besar, “boom”,dari arah pengunungan sangat jelas terdengar. Yang penting selamat dulu, harta benda masih bisa dicari,” kata Saiful, wargadesa Bangga, Sigi, Sulawesi Tengah.
Pemerintah desa Bangga memperkirahkan hampir dua juta kubik material yang terbawa air pada peristiwa Minggu 28 April 2019 itu. Sekaligus menjadi bencana banjir bandang terparah sepanjang sejarah desa. Lebih dari 500 rumah kondisinya rusakparah tertimbun material dari pengunungan. Tak sedikit pula yang hilang seutuhnya terbawa banjir.
Warga tak pernah mengira malam itu menjadi hari yang kelam bagi mereka.

Dengan wajah yang penuh lumpur, mereka mencari harta bendayang masih bisa diselamatkan mulai pakaian hingga kendaraanbermotor. Ada pula yang berusaha mengeluarkan ternak yang tertimbun. “Belum sembuh luka gempa (28/9/18), ada luka barubagi kami di 28 April 2019”, sebut Abdullah, korban.
Kini, warga desa Bangga perlahan-lahan mulai mengembalikan pondasi ekonominya. Persawahan yang tertimbun sekarangditanami jagung. Banyak juga membuka usaha kecil untuk bertahan hidup.

Bagi penyintas banjir bandang desa Bangga, mereka berharapagar hunian tetap bisa segera dibangun oleh pemerintah, juga perbaikan irigasi, dan aliran sungai kembali ditata. Sebab, ancaman berjuta-juta kubik material di hulu sungai masih bisadatang sewaktu-waktu. Anak-anak juga sudah merindukan kenyamanan untuk bermain, sekolah, atau sekedar berkumpulbersama keluarganya di rumah.
Penulis: Mugni Supardi, peserta terpilih program XL Axiata Photojournalist Mentorship 2020
-
* Mugni Supardi lahir pada 3 November 1993 di Talaga, Donggala, Sulawesi Tengah. Anak laki-laki satu-satunya daritiga bersaudara ini bekerja di Harian Radar Sulteng sejak 2015. Mugni juga aktif sebagai anggota organisasi Pewarta FotoIndonesia (PFI) Palu.