Memahami Fluktuasi Harga Emas


Banyak faktor yang memengaruhi fluktuasi harga emas.(foto: pexels-michael-steinberg)
MERAHPUTIH.COM - HARGA emas di awal 2024 nyaris menyentuh rekor tertinggi sepanjang sejarah, yakni USD 2.000 (sekira Rp 31 juta) per troy ounce. Para analis pasar memperkirakan harga emas tak akan turun hingga akhir 2024.
Banyak faktor yang mendukung kenaikan harga emas dunia, seperti ketidakpastian geopolitik, kemungkinan melemahnya dolar AS, dan potensi penurunan suku bunga. Namun, di luar faktor tersebut, fluktuasi harga emas bisa dipahami dengan melihat lagi ke catatan di masa lalu.
BACA JUGA:
Dalam keterangan resmi yang diterima Merahputih.com, broker internasional yang menyediakan layanan trading online di seluruh dunia sejak 2011, Octa, mengatakan selama 90 tahun terakhir, nilai emas terutama bergantung pada volume transaksi antara pasar Barat dan Timur. Negara-negara Barat menentukan pasokan dan permintaan, sedangkan negara-negara Timur bertindak sebagai pihak lawan dalam transaksi tersebut.
Dengan demikian, ketika volume emas fisik yang dibeli Inggris atau Swiss meningkat, harganya ikut naik, begitu juga sebaliknya. Akibatnya, emas berpindah dari Barat ke Timur dan kembali lagi secara sinkron dengan penurunan atau kenaikan harga.
Faktor kedua yang secara historis memengaruhi harga ialah hubungan antara harga emas dan imbal hasil real obligasi pemerintah AS. Ketika imbal hasil riil turun, obligasi kehilangan daya tariknya, sehingga investor beralih ke emas. Begitu tren berbalik dan imbal hasil mulai naik, investor kembali ke obligasi.
Akan tetapi, sejak akhir 2022, kedua pola itu tidak terjadi. Imbal hasil obligasi 10 tahun AS naik ke 4,33 persen yang berarti di atas angka tertinggi pada 2022 dan mengalahkan rekor 15 tahun. Berlawanan dengan ekspektasi, hal itu tidak menurunkan harga emas. Harga logam mulia justru naik mulai November 2022 hingga Agustus 2023 sebesar 16 persen dari USD1.643 menjadi USD1.954 per troy ounce.
Korelasi antara volume transaksi emas dan harga emas juga tidak sejalan lagi. Sejak kuartal ketiga 2022, Inggris dan Swiss telah menjadi eksportir emas Netto, yaitu penjual. Menurut paradigma sejarah, hal itu seharusnya menjadi alasan kejatuhan harga emas. Akan tetapi, hal itu tidak terjadi. Dengan demikian, Barat tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga logam mulia ini.
“Secara tradisional, harga emas berkorelasi negatif dengan tingkat inflasi. Makin rendah tingkat inflasi, makin rendah pula suku bunga obligasi pemerintah. Akibatnya, daya tarik relatif aset tanpa bunga seperti emas meningkat,” jelas analis pasar Octa Kar Yong Ang.(*)
BACA JUGA:
Bagikan
Berita Terkait
Gen Z Juga Suka Nabung, Simpan Uang di Dompet Digital

Komunal Dorong Diversifikasi Cerdas lewat Deposito BPR

Ramalan Zodiak 13 April 2025: Cinta dan Keuangan, Apakah Saling Mengisi atau Justru Menjadi Beban?

Ramalan Zodiak 11 April 2025: Cinta, Karier, dan Keuangan Anda Hari Ini

Ramalan Zodiak 10 April 2025: Tantangan Asmara, Keuangan, dan Keluarga

BTS Terlalu Lama Hiatus, Perusahaan HYBE Rasakan Penurunan Finansial

Ramalan Zodiak 26 Februari 2025: Pengaruh Cinta dan Kesehatan dalam Keputusan Finansial

Tips Kelola Keuangan untuk Aquarius, Wajib Bikin Perencanaan Biar Enggak Boncos

Menilik Potensi Finansial untuk Zodiak Aquarius dan Capricorn di 2025, Bisa Cuan Sepanjang Tahun

Asal-Usul No Buy Challenge, Tantangan yang Bikin Saldo Tersenyum di Tengah Kenaikan Harga Januari 2025
