MerahPutih.com - Resmi melantai di Bursa Efek, Bukalapak, akan fokus menggenjot bisnis di luar lima kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan.Langkah ini, sebagai strategi bersaing dengan pelaku industri e-commerce lainnya di Tanah Air.
"Kita ingin selalu menguatkan posisi kita untuk memberdayakan UMKM. Kita fokus ke pasar-pasar di luar tier 1 city, di luar lima kota besar di Indonesia, karena kita lihat di situ lah pasar yang paling membutuhkan pelayanan teknologi seperti Bukalapak," ujar Chief Executive Officer PT Bukalapak.com Tbk Rachmat Kaimuddin di Jakarta, Jumat (6/8).
Baca Juga:
Bukalapak, Jagoan Startup Negeri Aing yang Pertama Melantai di Bursa Saham
Menurut Rachmat, pihaknya juga akan tetap konsisten dengan fokus kepada pelaku UMKM tidak hanya secara daring, tapi juga melalui layanan luring. Perseroan memiliki rekam jejak program online to offline (O2O) yang dikenal dengan nama Mitra Bukalapak yang diklaim telah menunjukkan hasil yang bertumbuh secara signifikan. Pertumbuhan pendapatan mitra Bukalapak dari 2018 hingga 2020 lebih dari 1.200 persen.
Berdasarkan riset Frost & Sullivan, Bukalapak merupakan platform e-commerce yang paling banyak memiliki jaringan mitra di Indonesia. Tahun lalu, sekitar 27 persen dari processing value (TPV) Bukalapak berasal dari mitra. Per akhir Desember 2020, jumlah mitra yang terdaftar sebanyak 6,9 juta dengan pertumbuhan penjualan per mitra setelah bergabung mencapai tiga kali lipat, berdasarkan estimasi internal perusahaan.
"Strategi bisnis Bukalapak sebenarnya cukup konsisten, initinya kita akan fokus untuk menguatkan platform all commerce kita, mulai dari e-commerce dan mitra Bukalapak. Jadi itu kita akan selalu kerjakan bagaimana caranya lebih banyak lagi customer UMKM kita supaya mereka bisa dapat bisnis yang lebih besar dan sebagainya," kata Rachmat.
Berdasarkan laporan keuangan per Desember 2020, Bukalapak tercatat masih mengalami kerugian Rp1,35 triliun, membaik 51,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya Rp2,79 triliun. Kerugian tersebut seiring dengan masih tingginya beban penjualan dan pemasaran yang mencapai Rp1,51 triliun dan juga beban umum dan administrasi Rp1,49 triliun. Sementara pendapatan Bukalapak pada 2020 mencapai Rp1,35 triliun, naik 25,56 persen dibandingkan 2019 Rp1,07 triliun.

Sementara itu, total aset konsolidasian perseroan pada per akhir Desember 2020 mencapai Rp2,59 triliun, naik 26,29 persen dari tahun sebelumnya Rp2,05 triliun. Kenaikan total aset konsolidasian perseroan terutama disebabkan oleh kenaikan kas dan setara kas konsolidasian sebesar 67,93 persen atau senilai Rp600 miliar, serta kenaikan aset pajak tangguhan konsolidasian senilai Rp477,79 miliar.
Bukalapak menawarkan 25,76 miliar lembar saham dengan harga penawaran sebesar Rp 850 setiap sahamnya. Dana yang berhasil dihimpun dari IPO tersebut sekitar Rp 21,9 triliun dan akan digunakan untuk modal kerja Bukalapak dan anak-anak usahanya. (Asp)
Baca Juga:
Melantai di Bursa, Saham Bukalapak Melejit ke 1.060 Per Lembar