Kasus Korupsi

Masih Percaya Korupsi di Indonesia Bisa Dihentikan?

Eddy FloEddy Flo - Senin, 26 Februari 2018
Masih Percaya Korupsi di Indonesia Bisa Dihentikan?
Gedung KPK, Jakarta. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

MerahPutih.Com - Sepertinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) harus bekerja lebih keras lagi untuk memberantas korupsi di Indonesia. Meskipun sudah banyak sekali pejabat yang ditangkap tetapi faktanya para pelaku korupsi tidak kapok-kapok.

Bukannya menjadi kapok, tetapi para pejabat justru mencari trik khusus supaya korupsinya tidak sampai tercium KPK. Contohnya saja dengan menggunakan istilah-istilah yang tidak banyak orang mengetahuinya.

Jadi, masihkah kita harus percaya bahwasannya korupsi bisa segera dihentikan? Kepercayaan itu masih ada jika para calon pejabat publik memiliki itikad baik untuk menjadi orang yang baik dan jujur. Selama itu tidak ada, korupsi sepertinya akan menjadi penyakit genetik yang terus menurun ke anak-anak penerus bangsa.

Tentu menghentikan korupsi yang ada di Indonesia tidak mudah. Namun, setidaknya ada keinginan yang kuat serta gerakan yang nyata untuk menghentikan hal yang membuat pekembangan Indonesia sangat lambat.

KPK Lembaga Negara Tangani Korupsi
Selaku lembaga antirasuah, KPK diharapkan berbicara banyak (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Resolusi KPK di Tahun 2018

Tahun baru, harapan baru, dan target baru. Ternyata prinsip ini juga dipegang oleh salah satu komisi yang paling dibenci oleh para pejabat kotor yang ada di Indonesia, siapa lagi kalau bukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sampai detik ini, KPK bisa dikatakan masih menjadi garda paling depan dalam hal pemberantasan kejahatan yang luar biasa biadabnya ini. Kejahatan yang bisa berefek sangat luas. Sebuah kejahatan yang efeknya akan berdampak ke seluruh masyarakat Indonesia. Apa lagi kalau bukan korupsi?

Pergantian tahun tentunya harus bisa membawa harapan baru yang lebih baik lagi. Tak terkecuali dengan KPK. Pada tahun 2018 ini, lembaga antirasuah Indonesia memiliki sebuah resolusi pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dua kasus yang ditengarai merupakan kasus korupsi terbesar di Indonesia. Apa lagi jika bukan kasus pengadaan kartu penduduk berbasis elektronik atau yang lebih dikenal dengan nama e-KTP dan kasus korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) pada obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.

KPK memiliki target jika kedua kasus koruspsi berskala besar tersebut harus bisa tuntas di tahun 2018 ini. Selain itu, KPK juga menginginkan lebih banyak tindak pidana korupsi korporasi dan juga korupsi sumber daya alam bisa segera sampai ke penuntutan.

Uang korupsi hasil sitaan KPK
Uang hasil korupsi yang disita KPK (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Penyebab Korupsi Semakin Merajalela di Indonesia

Tindakan korupsi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri. Prilaku korupsi seperti ini menyengkut berbagai hal yang bersifat lebih komplek dan umumnya terjadi secara terselubung.

Selain itu, faktor penyebabnya bisa dari internal para pelaku korupsi namun bisa juga berasal dari situasi lingkungan yang kurang kondusif yang memungkinkan seseorang melakukan korupsi. Berikut ini merupakan aspek-aspek yang bisa menjadi penyebab seseorang tersebut melakukan korupsi.

Tidak Menerapkan Ajaran Agama

Meskipun Indonesia dikenal dunia sebagai bangsa yang sangat religius, korupsi seolah menjadi hal yang tak pernah usai. Kenapa? Orang hanya memiliki agama, bukan beragam dalam arti menghayati dan menerapkan apa yang ajaran agama ajarkan.

Indonesia adalah sebuah negara yang memilliki ragam agama resmi terbanyak, yaitu 6 agama yang meliputi Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buda, dan Konghuchu. Sudah pasti dalam ajaran masing-masing agam tersebut tidak ada yang membolehkan tindakan korupsi dalam bentuk dan model apapun. Namun kenyataan di lapangan sangatlah berbeda. Korupsi masih saja tumbuh dengan sangat subur. Kondisi seperti ini menandakan jika ajaran agama yang kurang diterapkan.

Kurangnya Keteladanan Pimpinan

Pada saat seorang pemimpin kurang bisa memberikan keteladanan yang baik pada bawahannya, contohnya saja berbuat korupsi, kemungkinan besar bawahannya juga akan mengambil peluang yang sama dengan apa yang atasannya lakukan.

Akan tetapi, selain pemimpin yang teladan, ia juga harus tegas. Hukum bawahan yang salah, meskipun ia adalah teman dekat atau bahkan keluarga sendiri. Harus dibedakan antara menjadi seorang pemimpin dengan menjadi seseorang yang memiliki hubungan sosial dan kekeluargaan dengan orang lain.

Tersangka kasus korupsi e-KTP Setya Novanto
Tersangka kasus korupsi e-KTP Setya Novanto (ANTARA FOTO/Rosa Pangabean)

Manajemen Cenderung Menutupi Korupsi di Organisasi

Parahnya lagi, jajaran manajemen seringnya akan menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir orang dalam organisasi tersebut. Hal seperti inilah yang justru akan membuat para oknum tadi merasa aman dan terlindungi.

Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika pelanggaran korupsi justru semakin marak dengan cara yang semakin inovatif. Dan hal seperti inilah yang akhirnya membuat korupsi di Indonesia tak kunjung habisnya.

Dan sebenarnya KPK tidak diperlukan jika manajemen bekerja sebagaimana mestinya. Namun, pada kenyataannya, KPK itu dibuat karena tidak berjalannya manajemen di setiap lembaga.

Aspek Peraturan Perundang-Undangan

Sebenarnya, korupsi akan mudah timbul lantaran adanya kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan, peraturan yang kurang disosialisasikan, serta kualitas peraturan yang kurang memadai, dan juga sangsi yang terlalu ringan.

Tidak hanya itu saja, korupsi di Indonesia semakin tumbuh subur lantaran juga karena penerapan sangsi yang kurang konsisten serta pandang bulu dan juga lemahnya bidang evaluasi dan revisi perundang-undangan yang ada.

Aspek Individu dari Pelaku

Seseorang melakukan korupsi bukan lantaran miskin ataupun penghasilannya yang tidak cukup. Justru rata-rata para pelaku korupsi di Indonesia adalah yang secara ekonomi berada di tingkatan atas (orang kaya).

Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam ini justru datang dari dalam diri sendiri, yakni sifat tamak dan rakus ditambah kurangnya rasa syukur akan rezeki melimpah yang sudah dimilikinya saat ini.

Pejabat bupati kena OTT KPK

Imas Aryumningsih terjaring OTT KPK. (Instagram/@imas_aryumningsih1950)

Moral yang Kurang Kuat

Moral yang tidak kuat cenderung akan lebih mudah tergoda melakukan korupsi. Sebab kejahatan tidak melulu lantaran ada niat, tapi bisa juga datang lantaran ada kesempatan. Kesempatan inilah yang sering menjadi penyebab maraknya korupsi di Indonesia.

Kebutuhan Hidup yang Mendesak

Ada kalanya, dalam situasi tertentu seseorang terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan seperti inilah yang kemudian membut ruang bagi seseorang tersebut untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

Gaya Hidup yang Konsumtif

Perilaku konsumstif jika tidak diimbangi dengan pendapatan yang mencukupi berpeluang besar menjadikan seseorang untuk melakukan tindakan korupsi supaya bisa memperoleh hasil yang lebih banyak dan banyak lagi guna memenuhi keingian konsumtifnya.

Malas Atau Tidak Mau Bekerja

Banyak sekali yang ingin memperoleh penghasilan banyak tetapi tidak mau dengan cara yang susah serta keringatnya tidak ingin keluar banyak. Sifat yang semacam inilah yang justru berpotensi besar melakukan tindakan dengan cara praktis dan cepat, salah satunya adalah dengan melakukan korupsi ini.

Meskipun sudah banyak sekali para pejabat yang tertangkap karena kasus korupsi yang ada di Indonesia namun ternyata tidak dijadikan sebagai bahan renungan bagi para pemangku kekuasaan lain yang belum tersandung kasus korupsi. Apakah itu artinya KPK harus bekerja lebih keras? Sebenarnya tidak itu juga satu-satunya jawabannya. Sekeras apapun KPK bekerja, budaya korupsi di Indonesia tidak akan hilang jika masih ada keserakahan orang yang menjabat sebagai pejabat publik.(*)

*Artikel ini diolah tim merahputih.com dari berbagai sumber.

#KPK #Kasus Korupsi #Korupsi E-KTP #Kasus BLBI
Bagikan
Ditulis Oleh

Eddy Flo

Simple, logic, traveler wanna be, LFC and proud to be Indonesian
Bagikan