Masih Eksis, Bekal Tradisional ini Malah Jadi Santapan Khas yang Diburu

Dwi AstariniDwi Astarini - Kamis, 11 April 2019
Masih Eksis, Bekal Tradisional ini Malah Jadi Santapan Khas yang Diburu
Membawa bekal sebenarnya sudah jadi tradisi sejak dulu. (foto: Instagram @beby_vinny)

MEMBAWA bekal bukan hanya perkara menghemat uang. Ada nilai sentimentil di dalamnya. Citarasa masakan rumahan jadi nilai lebih dalam bekal.

Di beberapa daerah Indonesia, sajian khas yang nikmat ternyata berawal dari semangat membawa bekal. Sejarah sajian itu pun sudah dimulai jauh di zaman nenek moyang. Hingga kini, bekal-bekal tradisional itu eksis dan jadi kuliner incaran.

1. Sie Reuboh, Aceh

Sie reuboh. (Foto: Instagram/rahmaddin8)
Sie reuboh dulunya bekal pejuang Aceh. (Foto: Instagram/rahmaddin8)

Tanah Rencong punya olahan daging sie reuboh. Sajian ini berbeda dengan kebanyakan kuliner Aceh yang berasa kuat yang kaya rempah.

Sie reuboh berbahan rempah sederhana, seperti dari bawang, bawang putih, cabai rawit, cabai merah, kunyit, lengkuas, dan garam. Bumbu-bumbu tersebut dihaluskan lalu dimasukkan ke rebusan daging kerbau atau sapi.

Sie reuboh dalam bahasa lokal berarti daging rebus. Warga Aceh juga mengenal sie reuboh dengan nama daging cuka. Itu disebabkan pemakaian cuka untuk sie reuboh yang diawetkan. Cuka enau dimasukkan terakhir setelah bumbu menyerap, dan dimasak hingga kering.

Sie reuboh kering yang didinginkan bisa tahan sebulan lebih. Konon, makanan ini peninggalan para pejuang pada zaman kolonial. Pada saat itu, para pejuang membawa sie reuboh untuk bekal bergerilya di hutan-hutan.


2. Nasi Ka Baka, Sumatra Barat

nasi ka baka
Perempuan Minang akan membekali suami atau anak dengan nasi ka baka. (foto: Instagram @harrysulistio)


Tradisi merantau orang Minang ternyata menyangkut budaya kuliner juga. Enggak sekadar membawa resep leluhur ke tepat perantauan, orang Minang punya sajian bekal merantau. Nasi ka baka namanya.

Dengan bentuk nasi kepal berisikan lauk, nasi ka baka sarat nilai-nilai kekeluargaan. Nasi ka baka dahulu biasa disiapkan sebagai bekal oleh kaum ibu untuk suami yang hendak pergi bekerja atau untuk anak yang hendak pergi merantau.

Biar tahan lama dan tetap enak, nasi dibungkus padat menggunakan daun pisang yang sudah disangrai. Lauknya disimpan dengan cara dibenamkan di dalam nasi.

Yang berbeda, nasi ka baka tidak diberi kuah santan seperti masakan khas Minangkabau pada umumnya. Lauk yang disajikan untuk teman menyantap nasi dibuat dari bahan yang bisa tahan lama setelah diolah dengan cara digoreng, tidak lupa ditambahkan sambal cabai merah.

Nasi ka baka bisa tahan seharian. Daun pisang sebagai pembungkus juga membuat sajian ini tahan lama, bahkan tetap memancing selera karena harum aromanya.

3. Nasi Liwet, Sunda

nasi liwet
Nasi liwet Sunda awalnya merupakan bekal petani ke sawah.(foto: Instagram @fazakitchen_id)

Nasi liwet sebenarnya tak hanya ada di budaya Sunda. Nasi gurih lezat ini juga ada dalam ranah kuliner Solo. Bedanya, nasi liwet Solo disajikan bersama kuah santan, sedangkan liwet Sunda cenderung tak berkuah. Keduanya sama lezatnya.

Nasi liwet Sunda punya sejarah unik di balik kemunculannya. Sajian nasi satu ini berawal dari keinginan para petani untuk membawa bekal praktis saat bertani atau berladang. Agar hemat, mereka mencampur nasi dengan lauk pauk sederhana. Mereka lalu ngaliwet (membuat nasi liwet) dengan cara memasak nasi bersama bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, serai, dau salam, cabai, dan santan dalam panci khusus liwet atau yang disebut kastrol.

Setelah masak, nasi tersebut langsung dibawa ke ladang dalam wadah kastrol tertutup rapat. Tujuannya, agar nasi tetap hangat saat dimakan. Selain itu, jika mereka ingin menghangatkannya, cukup dengan menaruh kastrol di atas api. Bisa dikatakan, hidangan ini sebenarnya hidangan rakyat yang kemudian naik kelas jadi sajian yang digemari semua kalangan.

Sekarang, nasi liwet Sunda disajikan dengan tambahan petai dan teri Medan yang bikin masakan ini makin gurih dan menggoda. Ditambah sambal dan lalapan, wuih enaknya.(*)

Bagikan
Ditulis Oleh

Dwi Astarini

Love to read, enjoy writing, and so in to music.
Bagikan