PENYAKIT jantung bawaan (PJB) tidak bisa dianggap remeh. Diagnosa dini dan penanganan menjadi masalah utama karena sebaran fasilitas tidak merata di Indonesia. Hal ini membuat banyak kasus PJB berakhir dengan kematian.
"Kesadaran masyarakat akan pentingnya skrining memang belum masif, ditambah lagi belum banyak cardio center yang mampu melakukan upaya skrining penyakit jantung bawaan," kata spesialis jantung dan pembuluh darah, yaitu dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) dilansir dari Antara, Rabu (23/3).
Baca juga:
Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) menunjukan angka kejadian PJB di Indonesia yang diperkirakan mencapai 43.200 kasus dari 4,8 juta kelahiran hidup (9 : 1.000 kelahiran hidup) setiap tahunnya.
30 persen di antaranya memperlihatkan gejala pada minggu-minggu pertama kehidupan di mana sebagian besar pasien PJB terabaikan atau tidak ditangani dengan benar. PJB dapat disebabkan karena malnutrisi atau infeksi yang dialami selama masa kehamilan.

Radityo mengatakan seiring kemajuan teknologi di bidang kedokteran, terutama di budang intervensi kardiologi anak, anak penderita PJB tak perlu lagi menjalani operasi atau pembedahan terbuka.
Metode yang dipilih untuk menangani kasus PJB tertetu ialah prosedur intervensi menggunakan kateter. Cara ini memiliki beberapa keuntungan diantaranya risiko atau komplikasi relatif lebih rendah, masa rawat di rumah sakit dan pemulihan lebih singkat, serta biaya yang lebih murah. Selain itu, waktu pengerjaan tindakan juga lebih singkat.
Baca juga:
Dalam program CSR dari Heartology Cardiovascular Center dan Brawijaya Hospital Saharjo berkolaborasi dengan Yayasan Jantung Indonesia (YJI), tim spesialis jantung dan pembuluh darah, yaitu dr. Radityo Prakoso, Sp.JP(K) dan dr. Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K) menangani pasien anak dengan penyakit jantung bawaan.
Mereka melakukan tiga prosedur, yakni dua prosedur PDA (Patent Ductus Arteriosus) Closure untuk bayi berusia 9 bulan, dan 1 prosedur ASD (Atrial Septal Defect) Closure bagi anak berusia 8 tahun. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bantuan imaging murni dari ekokardiografi.

PDA adalah kondisi di mana pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan arteri paru tetap terbuka. Lalu, lubang ditutup menggunakan device penutupan PDA. Sementara ASD adalah kondisi di mana terdapat lubang di serambi jantung sehingga mengakibatkan aliran darah tidak normal yang kemudian ditutup dengan device penutupan ASD.
Radityo menjelaskan, tindakan intervensi kateter ini dilakukan dengan metode zero fluroskopi, tanpa radiasi. Karena pada jangka panjang, radiasi dapat menimbulkan efek pada pasien, dokter serta tim laboratorium kateterisasi.
Ario yang merupakan Ketua Divisi Medis Yayasan Jantung Indonesia berharap banyak kasus penyakit jantung bawaan bisa terdiagnosa secara dini serta ditangani secara tepat. Sebab, penanganan penyakit jantung bawaan yang tepat bisa meningkatkan tiga kali usia harapan hidup pasien. (Yni)
Baca juga: