Telusur Luak Limopuluah
Martabak Mesir, Jajanan Enak Malam Hari di Payakumbuh
MENYUSURI Kota Payakumbuh di malam hari bagaikan melenggang surga makanan enak. Kedai-kedai streetfood ramai menjajakan sajian tradisional hingga kekinian. Sudah pasti, kedai makanan tradisional jadi buruan para pelancong.
Kudapan seperti satai danguang-danguang dan martabak mesir jadi incaran. Secara sekilas, memang tampilannya mirip martabak telur biasa. Namun, kalau sudah dicoba, kamu akan tahu betapa kenikmatan martabak mesir Payakumbuh ini beda dari martabak telur biasa.
1. Bukan berasal dari Mesir, melainkan dibawa orang Arab
Seperti dikutip dari Resepkoki, martabak, baik telur maupun mesir, berasal dari bangsa yang sama, yakni Timur Tengah. Secara harafiah, nama martabak berasal dari bahasa Arab, 'mutabbaq' yang berarti 'dilipat' atau 'berlapis'.
Dahulu kala, bangsa Timur Tengah dan India berlayar ke Indonesia untuk berdagang rempah. Sembari berdagang, terjadilah akulturasi dalam beberapa aspek budaya, salah satunya dalam hal makanan.
Martabak merupakan makanan yang tersinpirasi dari mutabbaq, yakni sajian berupa roti prata atau flat bread yang diberi aneka isian berbumbu. Di Timur Tengah dan India, roti prata merupakan karbohidrat pokok. Mereka biasa menyantap lauk pauk bersama dengan roti datar yang dibakar tersebut.
Jika martabak telur biasa berkembang pesat Semarang, martabak mesir pertama kali dikenalkan di daerah Kubang, Sumatra Barat. Itulah mengapa banyak orang juga menyebut martabak mesir sebagai martabak kubang.
Kisahnya nih, mutabbaq dulu dikenalkan oleh bangsa Arab dan India berkulit hitam. Oleh orang lokal, mereka dikira bangsa Mesir. Jadilah nama makanan roti prata dilipat ini dikenal dengan martabak mesir.
Agar rasanya lebih pas dengan lidah lokal, masyarakat Indonesia berkreasi sendiri dengan bumbu khas Minang. Awalnya, mereka memasukkan potongan daging rendang ke mutabbaq, tapi lama kelamaan sajian ini bisa dibuat dengan daging giling jenis apa pun yang dimasak dengan banyak bumbu rempah.