Marak Hoaks di Indonesia Cuma Berawal dari Ulah 10 Persen Warganet
MerahPutih.com - Mudahnya hoaks tersebar di media sosial tidak lepas dari rendahnya minat baca dan tingkat literasi masyarakat Indonesia. Ilustrasi penyebaran hoaks itu dapat dilihat dari bagaimana konten dibuat di dunia maya dan penyebarannya di Indonesia.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, R Niken Widiastuti menjelaskan hanya ada 10 persen pengguna internet yang membuat konten, sisanya atau 90 persen menyebarkan konten.
Namun, lanjut dia, sebanyak 90 persen warganet tersebut belum seluruhnya memiliki literasi yang memadai sehingga rawan terpapar hoaks di jagat maya. “Makanya kita perlu membuat yang 10 persen itu berisi hal-hal positif,” kata dia, dalam acara Trusted Media Summit 2018 di Jakarta, Sabtu (5/5).
Dari 10 orang pengguna internet, 4 orang termasuk aktif menggunakan media sosial. Rata-rata mereka menggunakan internet selama 8 hingga 11 jam per hari. Diperkirakan mereka hanya mampu bertahan tanpa ponsel selama 7 menit.
“Orang Indonesia cerewet di media sosial, tapi, minat baca rendah. Akhirnya banyak informasi yang tidak diverifikasi langsung disebar,” kata pejabat eselon 1 Kemenkominfo itu, dilansir Antara.
Konsumsi internet dan media sosial, dalam paparan tersebut, tidak diimbangi dengan minat baca yang tinggi. Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara tentang minat baca, menurut data UNESCO tahun lalu.
Dalam setahun, rata-rata orang Indonesia membaca 27 halaman buku, sementara minat membaca koran rata-rata 12 hingga 15 menit per hari.
Wajib Melek Literasi Digital
Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan menekankan literasi atau melek digital akan dapat membantu masyarakat agar tidak mudah percaya dengan hoaks yang menyebar lewat dunia maya.
Literasi digital, menurut Semuel, harus diimbangi dengan kemampuan berpikir kritis. "Begitu literasi digital ditingkatkan, masyarakan bisa menangkal hoax dengan sendirinya," kata dia.
Kemenkominfo menilai dua masalah utama di jagat maya adalah berita palsu, sering disebut fake news dan ujaran kebencian.Kementerian menggandeng masyarakat dan komunitas dalam siberkreasi demi menanggulangi dampak konten negatif yang menyebar di dunia maya. Gerakan ini mengajak masyarakat untuk menyebarkan konten positif agar viral dan dilihat lebih banyak warganet. (*)